728x90 AdSpace

Latest

Sabtu, 31 Desember 2022

Pesona Kota Ambarawa - Kota Wisata dan Sejarahnya



Destinasi wisata Kota Ambarawa bukan hanya kaya akan nilai sejarah. Tetapi juga hal ‘wah’ lain yang menyenangkan sekaligus murah. bagi anda yang sedang ingin melakukan wisata sejarah keliling Jawa Tengah, Ambarawa bisa dipilih sebagai destinasi. Di kota ini, bukan hanya wisata sejarah yang memukau, tetapi ada juga beberapa destinasi lainnya.

Benteng Willem I

Fort Willem I, Eloknya Tangsi Belanda yang Berselimut Misteri

Fort Willem I atau Benteng Pendem, di Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, menjadi saksi bisu kolonialisme Belanda hingga tekad bangsa Indonesia merebut kemerdekaan. Kini, tangsi serdadu itu masih elok dikunjungi pelancong, meski berselimut misteri.
Benteng atau ‘beteng’ tinggalan Belanda itu, hingga kini masih kokoh berdiri di tengah persawahan Desa Lodoyong RT 07 RW 03.  Menuju lokasi benteng dapat melalui jalur lingkar Ambarawa atau dekat RSUD dr Gunawan Mangunkusumo. Cirinya, ada gapura berwarna kuning. Dari Kota Semarang, dapat ditempuh sekitar 1,5 jam, berkendara motor atau mobil.
Setelah sampai di tempat tersebut, pengunjung harus melalui Jl Kyai Mahfudh Salam atau Jl Benteng Dalam. Jalan tersebut terbilang kecil, kendaraan roda empat tak bisa jalan bersisihan. Bila tidak melewati tempat itu, bisa juga melewati kompleks militer dan Lapas Ambarawa. Namun tentu saja, harus diperiksa dengan ketat.


Sekitar satu kilometer dari gerbang berwarna kuning, warga setempat telah menyediakan tempat parkir. Untuk retribusinya, cukup membayar Rp5.000 per orang plus parkir.
Dari lahan parkir, yang langsung terlihat adalah lengkungan gerbang seperti lorong. Bangunan tersebut terlihat begitu kuna. Bagian dinding sudah nampak mengelupas di kanan kiri. Ada kesan seram namun, tak menghilangkan kesan kokoh, elok sekaligus menakjubkan.

Ketua RT 07 Desa Lodoyong Mahmudi menjelaskan, warga sekitar menyebut bangunan itu sebagai ‘beteng pendem’ atau benteng terpendam. Selain karena konstruksinya, lokasi benteng  ini pun berada di areal persawahan dan dipenuhi belukar.
Konon, saat pembangunannya, pondasi Benteng Pendem ditopang oleh balok-balok kayu jati berukuran besar.
“Ceritanya seperti itu, jadi bangunan ini layaknya kapal. Karena berdiri di tengah rawa. Jadi pas gempa Yogya, hampir tidak terasa, bangunannya pun masih utuh,” ucapnya.
Pensiunan sipir Lapas Ambarawa itu menyebut, peruntukan benteng ini berubah seiring zaman. Di awal pembangunannya, benteng ini diperuntukkan sebagai barak, gudang logistik sekaligus penjara. Ketika Jepang menduduki Jawa, bangunan ini dijadikan sebagai tahanan.
Seorang tokoh yang pernah ditahan di sini adalah seorang pejuang sekaligus ulama, yakni Kiai Mahfud Salam. Ia mendiami salah satu blok di Benteng Pendem, hingga akhirnya meninggal dunia dan dikebumikan di luar kompleks benteng.
“Ada kisah lain, saat pertempuran di Ambarawa atau Palagan Ambarawa yang dipimpin Soedirman (Jenderal Besar TNI), kawasan ini direbut oleh TKR (Tentara Keamanan Rakyat),” ujar Mahmudi, baru-baru ini.
Kini, kompleks benteng pendem masih digunakan sebagai Lapas IIA Ambarawa, rumah dinas sipir dan tentara, sekaligus tempat wisata. Ada sekitar 77 orang yang menghuni lantai dua benteng pendem. Sedangkan, di sisi lain ada ratusan narapidana kriminal dan narkoba yang menghuni lembaga pemasyarakatan.
“Kalau mau ke Benteng Pendem, hanya bayar Rp5.000 ribu per orang plus ongkos parkir. Setiap hari pasti ada pengunjung. Yang mengelola warga-warga yang tinggal di sini,” paparnya.
Menurut Mahmudi, nama benteng ini diambil dari nama Raja Belanda Willem Frederik Prins Vans Oranje-Nassau (1815-1840). Perlu 11 tahun (1834-1845) dengan ribuan pekerja, untuk menyelesaikan barak sekaligus gudang logistik yang mampu menampung 12.000 prajurit itu.
Keterangan Mahmudi, juga dikuatkan dengan penelitian ilmiah dari Jurnal ‘Ruang’ milik Universitas Diponegoro, pada 2016. Selain menampung serdadu, tempat ini juga untuk menyimpan logistik perang, mulai dari mimis, bedil, meriam, hingga kendaraan berat.
Adapula, kebutuhan makanan bagi ribuan narapidana yang ditahan di benteng itu.
“Bisa dibilang, benteng ini pusatnya logistik. Ada tank, peluru sampai makanan. Akses dari Ambarawa kan gampang jadi bisa kemana-mana dari sini, menggunakan kereta api,” paparnya.

Sejarah Singkat Benteng Willem I

Benteng Fort Willem I dibangun pada tahun 1834 selesai tahun 1845, dan diprakarsai oleh Van Der Bosch. Dan Fort Willem I ini berfungsi sebagai barak militer, penjara, serta sebagai gudang logistik perang.


Pada zaman penjajahan Jepang, Benteng Fort Willem I ini difungsikan sebagai penjara bagi orang-orang Eropa, dan mereka yang mencoba untuk melawan pemerintahan Jepang pada waktu itu.
Jika ditelisik lebih dalam, bentuk bangunan dari Benteng Pendem Ambarawa ini memang mirip seperti sebuah barak, dengan banyaknya jendela yang ada. Yang konon katanya dapat menampung lebih dari 10.000 tentara.
Kisah sejarah pun tak lantas berhenti di situ saja, selepas kemerdekaan Republik Indonesia pun Fort Willem I ini masih diselimuti kisah perjuangan dari para pahlawan Indonesia.
Saat ini bagian yang masih utuh dari Fort Willem I atau yang lebih dikenal dengan Benteng Pendem Ambarawa, digunakan sebagai Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Kelas II A Ambarawa serta digunakan pula sebagai barak atau asrama militer Indonesia.


Misteri Benteng Pendem Ambarawa

Kisah misteri yang melekat di Benteng Pendem Ambarawa pun menjadi salah satu daya tarik tersendiri, bahkan banyak dari pengunjung yang datang untuk sekedar menguji nyali dan penasaran akan kisah mistisnya.
Sebagai sebuah penjara, tentu saja Benteng Pendem Ambarawa akan menyimpan energi yang mencekam. Perlakuan penjajah tentulah sangat kejam dan tidak manusiawi.

Museum Kereta Api Ambarawa


Mengunjungi destinasi wisata Kota Ambarawa tidak lengkap tanpa pergi ke Museum Kereta Api. Museum Kereta Api Ambarawa berada di Desa Panjang, Ambarawa. Operasional tempat wisata ini dikelola oleh PT Kereta Api Indonesia yang bekerjasama dengan pemerintah Jawa Tengah. Keberadaan museum ini dimulai dari kebutuhan pihak Belanda untuk mobilisasi tentara dan logistik di zaman dulu. Jalur kereta api pun dibangun untuk menghubungkan Semarang dengan Benteng Willem. Pembangunan dimulai pada abad ke-18. 

Museum Kereta Api Indonesia (Indonesian Railway Museum) awalnya adalah sebuah stasiun yang bernama Stasiun Willem I. Stasiun ini dibangun oleh Nedherlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) yang diresmikan pada tanggal 21 Mei 1873 bersamaan pembukaan lintas  Kedungjati-Ambarawa. Tahun 1907.

Ambarawa dapat dikatakan kota militer, keberadaan kota ini menyokong kota garnizum Magelang guna mengontrol daerah pedalaman. Pada tahun 1835 dibangun sebuah komplek benteng besar yang berhasil dirampungkan tahun 1848. Benteng terbesar di Jawa tersebut diberi nama Willem I mengingat pembangunan banteng dilaksanakan pada masa pemerintahan Raja Willem I. Pada tahun 1873 dibangun jaringan kereta api di Ambarawa oleh perusahaan kereta api swasta Nedherlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM). Pembangunan tersebut merupakan syarat yang harus dipenuhi NISM guna mendapatkan ijin konsensi pembangunan jalur kereta api pertama Semarang-Vorstenlanden (Solo-Yogyakarta). NISM diwajibkan membangun jalur kereta api cabang lintas Kedungjati-Ambrawa sepanjang 37 km guna keperluan militer.

Sebagai tempat pemberhentian akhir dibangun Stasiun Willem I (Stasiun Ambarawa). Kuat dugaan, penamaan Willem I mengacu kepada Benteng Willem I yang berada tidak jauh dari stasiun. Pada 1 Februari 1905 dilanjutkan pembangunan jalur kereta api ke Secang-Magelang yang terdapat jalur kereta khusus, rel bergerigi. Dua tahun berselang, bangunan Stasiun Ambarawa direnovasi dengan mengganti material yang semula berupa kayu dan bambu menjadi batu bata.
Pada awal pengoperasiannya, Stasiun Willem I digunakan sebagai sarana pengangkutan komoditas ekspor dan transportasi  militer di sekitar Jawa Tengah. Setelah di non aktifkan tahun 1976, Stasiun Ambarawa dicanangkan sebagai Museum Kereta Api oleh Gubernur Jawa Tengah pada saat itu, Supardjo Rustam. Rencana ini bertujuan menyelamatkan tinggalan lokomotif uap serta sebagai salah satu daya tarik wisata di Jawa Tengah. Stasiun Ambarawa dipilih karena Ambarawa memiliki latar belakang historis yang kuat dalam perjuangan kemerdekaan yakni Pertempuran Ambarawa, selain itu Stasiun Ambarawa pada saat itu masih menyimpan teknologi kuno yang masih bisa dioperasikan

Museum Kereta Api Indonesia - Ambarawa

Kini, Museum Ambarawa atau Indonesian Railway Museum (IRM) menampilkan koleksi perekeretaapian dari masa Hindia Belanda hingga pra kemerdekaan RI yang meliputi sarana, prasarana dan perlengkapan administrasi. Beberapa koleksi sarana perkeretaapian heritage seperti 26 Lokomotif Uap, 4 Lokomotif Diesel, 5 Kereta dan 6 Gerbong dari berbagai daerah.

Para pengunjung juga dapat menikmati perjalanan wisata dengan menaiki Kereta Api Wisata relasi Ambarawa-Tuntang (pp) dengan lokomotif penarik jenis lokomotif uap maupun kereta diesel vintage. Selain itu terdapat rute kereta Api Wisata Ambarawa-Jambu-Bedono (pp) yang menggunakan lokomotif uap bergigi yang melewati rel bergerigi. Rel bergerigi tersebut satu-satunya yang masih aktif di Indonesia.


Selain menjadi tempat wisata sejarah, museum ini dapat disewa untuk kegiatan Pameran, Ruang Pertemuan, Pemotretan, Shooting, Pesta Pernikahan, Festival, Bazar, Pentas Seni, Workshop, dll.

Palagan Ambarawa 

Palagan Ambarawa merupakan sebuah monumen sejarah bangsa Indonesia yang terletak di pinggir jalan raya Ambarawa – Magelang, tepatnya di tengah kota Ambarawa lebih kurang 30 Km dari Kota Semarang. Dilengkapi dengan museum bernama Museum Isdiman yang menyimpan berbagai koleksi senjata, kendaraan tempur, pakaian dan barang lain yang dipergunakan dalam Pertempuran Ambarawa. Dengan bentuk bangunan joglo sesuai arsitektur budaya Jawa Tengah, Museum Isdiman menjadi objek wisata yang menyediakan wisata edukasi. Wisatawan dapat memahami sejarah sambil mengenang jasa para pahlawan yang telah berjuang mempertahankan Negara tercinta ini.
Palagan Ambarawa adalah sebuah peristiwa perlawanan Tentara Indonesia terhadap Tentara Inggris yang terjadi di Ambarawa, sebelah selatan Semarang, Jawa Tengah.
Pertempuran Ambarawa terjadi tepatnya Pada tanggal 11 Desember 1945, dimana pada saat tersebut Kolonel Soedirman mengadakan rapat dengan para Komandan Sektor TKR serta Laskar. Pada tanggal 12 Desember 1945 tepatnya pada pukul 04.30 pagi, serangan mulai digencarkan.

Monumen Palagan Ambarawa/ Isdiman


Pembukaan serangan ini dimulai dari tembakan mitraliur terlebih dahulu, yang disusul juga oleh penembak-penembak senapan karabin. Pertempuran ini kemudian berkobar di Ambarawa. Satu setengah jam setelahnya rayadi Semarang-Ambarawa telah dikuasai oleh kesatuan Tentara Keamanan Rakyat atau TKR. Pertempuran Ambarawa sendiri berlangsung dengan sangat sengit.

Kolonel Soedirman memimpin pasukannya dengan menggunakan pengepungan rangkap dari kedua sisi atau disebut juga sebagai taktik gelar supit urang, sehingga pada akhirnya musuh ini benar-benar terkurung.
Suplai serta komunikasi dengan pasukan induknya diputus sama sekali. Hingga akhirnya setelah bertempur dalam kurun waktu 4 hari berturut-turut, pada tanggal tepatnya 15 Desember 1945 pertempuran akhirnya berakhir serta Indonesia berhasil merebut Ambarawa.

Para Sekutu dihadang mundur ke Kota Semarang. Kemenangan pertempuran ini akhirnya diabadikan juga dengan didirikannya sebuah Monumen Palagan Ambarawa serta diperingatinya Hari Jadi TNI Angkatan Darat dan Hari Juang Kartika.

------------------------------
Sumber: 
- Kunjungan Wisata Desember 2022
https://id.wikipedia.org/
- https://jatengprov.go.id/
- https://travelingyuk.com/
https://heritage.kai.id/


Ambarawa - Museum Kereta Api dan Benteng Willem I



Pesona Kota Ambarawa - Kota Wisata dan Sejarahnya
  • Title : Pesona Kota Ambarawa - Kota Wisata dan Sejarahnya
  • Posted by :
  • Date : Desember 31, 2022
  • Labels :

thanks for your comments

Top