KAJIAN PENGELOLAAN TANAH TERHADAP TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN TLOGOWUNGUDENGAN MENGGUNAKAN METODE USLE DAN GIS
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu masalah pokok yang kita hadapi dalam pengelolaan sumber daya alam untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat khususnya petani, adalah bagaimana sumber daya alam tersebut dapat dimanfaatkan secara efisien dan lestari baik bagi generasi sekarang maupun yang akan datang. Oleh karena itu, penerapan teknik konservasi tanah dan air merupakan kunci keberlanjutan usaha tani.
Perencanaan penerapan teknologi konservasi tanah yang tepat, efektif dan efisien diperlukan data erosi yang dapat diperoleh dengan pengukuran langsung di lapangan. Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu pelepasan, pengangkutan, dan pengendapan bahan-bahan tanah oleh penyebab erosi (Asdak,1995).
Terjadinya erosi yang dipercepat diakui secara luas sebagai suatu permasalahan global yang serius (Lal,1984). United Nations Enviromental program menyatakan bahwa produktivitas lahan seluas ± 20 juta ha setiap tahun mengalami penurunan ke tingkat nol atau menjadi tidak ekonomis disebabkan oleh erosi tanah. Selanjutnya, Burings dalam Lal (1994) mengestimasi bahwa telah terjadi annual global loss dari lahan pertanian seluas tiga juta ha per tahun yang disebabkan oleh erosi tanah.
Erosi sangat menentukan berhasil tidaknya suatu pengelolaan lahan. Oleh karena itu, erosi merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan pengelolaan lahan khususnya untuk pengelolaan tanahnya.
Di sebagian besar wilayah di Indonesia, termasuk daerah yang sangat berpotensi terjadi erosi, yang disebabkan oleh tingginya jumlah dan intensitas curah hujan (Undang Kurnia et al., 2004).
Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati memiliki rata-rata hujan lebih dari 1.500 mm per tahunnya, ketinggian tempat dari 50 – 1500 mdpl serta memiliki lahan kritis dengan luas 797,40 ha dan untuk jumlah luas wilayah 9.446 ha. Kecamatan Tlogowungu rawan terjadi bahaya erosi, hal tersebut terlihat dari beberapa peristiwa yang terjadi seperti peristiwa tanah longsor di beberapa wilayah di Tlogowungu dan banjir yang terjadi di dataran rendah Kabupaten Pati, tepatnya di sebelah selatan Kota Pati yang diprediksi air berasal dari wilayah hulu lereng timur gunung muria khususnya Kecamatan Gembong dan Tlogowungu (BPSDA Serang Lusi Juwana -SELUNA)
Sistem pengelolaan tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi, pengelolaan tanah yang tidak sesuai dan tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi dapat menyebabkan penurunan produktivitas tanah dan menyebabkan degradasi lahan. Pengelolaan tanah yang meliputi faktor karakteristik fisik, kimia dan biologi tanah dilakukan untuk mencegah terjadinya degradasi tanah yang akan berdampak pula pada degradasi lahan.
Penentuan dan pemetaan tingkat bahaya erosi sangat diperlukan selain sebagai dasar penentuan teknik konservasi yang tepat juga penting dalam mengantisipasi terjadinya bahaya seperti tanah longsor.
Dengan mengetahui tingkat bahaya erosi pada tiap satuan lahan, maka dapat dijadikan sebagai salah satu informasi penting dalam perencanaan penggunaan teknik konservasi yang sesuai pada tiap satuan lahan yang diharapkan dapat meminimalisir terjadinya erosi dan menekan terjadinya penurunan produktivitas tanah, sehingga tanah tersebut dapat berproduksi secara lestari.
B. Perumusan Masalah
Dalam upaya mencegah terjadinya degradasi lahan dan berbagai bencana yang disebabkan oleh erosi, maka perlu pengukuran (secara tidak langsung dilapang), pemetaan serta pengkajian hubungan pengelolaan tanah dengan Tingkat Bahaya Erosi di Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati. Metode ini dapat dijadikan salah satu alternatif dasar pemilihan penggunaan teknologi konservasi yang tepat dan efisien pada tiap pengelolaan lahan guna kelestarian sumber daya alam khususnya untuk usaha tani yang berkelanjutan. Pengelolaan tanah yang baik (secara kualitas maupun kuantitas) sangat diperlukan untuk peningkatan produksi pertanian dan kepentingan kelestarian lingkungan khususnya di Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati.
C.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Identifikasi pola pengelolaan tanah
2. Analisis tingkat bahaya erosi pada tiap satuan lahan
3. Mengetahui alternatif pengelolaan tanah terbaik berdasarkan konsep konservasi tanah dan air.
D.Manfaat Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya yaitu:
1. Memberikan informasi berupa data pola pengelolaan tanah yang paling sesuai berdasarkan konsep konservasi tanah dan air di wilayah tersebut
2. Sebagai pertimbangan teknik konservasi yang sesuai di Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati
3. Inventarisasi sumber daya lahan khususnya potensi erosi di wilayah Kabupaten Pati.
|
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengelolaan Tanah
Pengelolaan tanah
mencakup banyak tindakan atau perlakuan yang bersifat agroteknis yang
langsung berurutan dengan aspek
konservasi tanah, drainase, pergiliran tanaman dan usaha untuk mempertahankan
kandungan bahan organik dalam tanah yang semuanya itu mempunyai kaitan dengan
aspek agro sosio ekonomi.
Kunci penting usaha
pengelolaan tanah adalah bagaimana menjaga atau memelihara sebaik-baiknya lapisan tanah atas yang
tebalnya tidak lebih dari 35 cm agar tetap dalam keadaan baik. Jadi pengertian
"pengelolaan" sudah mencakup semua tindakan yang bertujuan melindungi
atau mengawetkan tanah agar kesuburannya bertahan dalam jangka panjang
Pengolahan tanah
adalah tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk menciptakan keadaan tanah yang baik, yang memenuhi keperluan tanaman. Pencangkulan
ringan, atau dalam sesuai dengan maksud perkembangan tanaman perlu dilakukan
bila tanah sudah cukup padat. Pengolahan tanah dimaksudkan untuk menggemburkan
tanah. Yang terpenting adalah memfungsikan pori – pori udara tanah agar udara
dapat tersebar dengan baik di dalam tanah ( Kartasapoetra, et al.,
1987 ).
Pengelolaan tanah memegang peranan penting dalam peningkatan dan
mempertahankan produksi. Pengelolaan tanah meliputi pengolahan tanah dan pemupukan.
Pengolahan tanah dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman melalui perbaikan
aerasi, pergerakan air dan penetrasi akar dalam profil tanah. Tanah harus
mengandung cukup air dan udara serta cukup gembur agar akar dapat tumbuh dan
menyerap unsur hara yang cukup bagi pertumbuhannya (Hakim et al., 1980).
B. Erosi
Erosi tanah
adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik
disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Proses ini dapat menyebabkan
merosotnya produktivitas tanah, daya dukung tanah untuk produksi pertanian dan
kualitas lingkungan hidup
(Suripin, 2002).
Erosi pada
dasarnya proses perataan kulit bumi. Proses ini terjadi dengan penghancuran, pengangkutan dan pengendapan. Di
alam ada dua penyebab utama yang aktif dalam proses ini yakni angin dan air.
Akan tetapi dengan adanya aktifitas manusia, maka manusia menjadi faktor yang
sangat penting dalam mempengaruhi erosi.
Dua
peristiwa utama erosi, yaitu pelepasan dan pengangkutan merupakan penyebab
erosi tanah yang penting. Dalam proses erosi, pelepasan butir tanah mendahului
peristiwa pengangkutan, tetapi pengangkutan tidak selalu diikuti oleh pelepasan.
Agen pelepasan tanah yang penting adalah tetesan butir hujan yang jatuh di
permukaan tanah. Tetesan air hujan akan memukul permukaan tanah, mengakibatkan
gumpalan tanah menjadi butir-butir yang lebih kecil dan terlepas. Butir-butir
tanah yang terlepas tersebut sebagian akan terlempar ke udara dan jatuh lagi di
atas permukaan tanah, dan sebagian kecil akan mengisi pori-pori kapiler tanah,
sehingga akan menghambat proses infiltrasi.
(Undang Kurnia et al,
2004).
Di daerah beriklim tropika basah, air merupakan
penyebab utama erosi tanah, sedangkan angin tidak mempunyai pengaruh yang
berarti. Proses erosi oleh air merupakan kombinasi dua sub proses yaitu
penghancuran struktur tanah menjadi butir-butir primer oleh energi tumbuk
butir-butir hujan yang menimpa tanah dan perendaman oleh air yang tergenang
(proses dispersi) dan pemindahan (pengangkutan) butir-butir tanah oleh percikan
hujan dan penghancuran struktur tanah diikuti pengangkutan butir-butir tanah
tersebut oleh air yang mengalir di permukaan tanah (Arsyad, S. 1989).
Suatu bagian lereng mendapat input bahan-bahan tanah
yang dapat dierosikan dari lereng atas serta penghancuran tanah di tempat
tersebut oleh pukulan curah hujan dan pengikisan aliran permukaan. Disamping
itu terdapat hasil akibat pengangkutan tanah oleh curahan air hujan dan aliran
permukaan bila total daya angkut dari air tersebut (curahan air hujan + aliran
permukaan) lebih besar dari tanah yang tersedia untuk diangkut, maka akan
terjadi erosi. Sebaliknya jika total daya angkut lebih kecil dari total tanah
yang dihancurkan akan terjadi
pengendapan di bagian lereng tersebut
Pada daerah
tropis dengan curah hujan lebih dari 1500 mm/tahun seperti indonesia maka air
menjadi sumber penyebab utama terjadinya
erosi. Proses erosi tanah yang disebabkan oleh air meliputi tiga tahap yaitu:
pemecahan bongkah dan partikel tanah; pengangkutan butir-butir yang sangat
kecil dan halus; pengendapan partikel-partikel tersebut ke tempat yang lebih
rendah (Sarief, 1985).
C.
Faktor – Faktor Erosi
1. Faktor Erosivitas Hujan (R)
Erosivitas adalah kemampuan
air hujan untuk menghancurkan dan menghanyutkan partikel tanah. Jadi merupakan
fungsi sifat fisik curah hujan (jumlah hujan, lama hujan, ukuran butir serta
kecepatan jatuh butir hujan) yang menentukan kemampuannya dalam menghancurkan
dan menghanyutkan partikel tanah (erosi).
Erosivitas hujan dapat
diperoleh dengan menghitung besarnya energi kinetik hujan (Ek) yang
ditimbulkan oleh intensitas hujan. Dalam model USLE, R atau EI 30
diperoleh dari hasil perkalian energi kinetik hujan dengan intensitas hujan
maksimum selama 30 menit (I30) atau energi kinetik hujan dengan intensitas
hujan yang lebih besar dari 25 mm dalm satu jam (KE> 1). Untuk menghitung EI30
atau KE > 1 diperlukan curah hujan yang diperoleh dari pencatat alat
pencatat hujan (Rahim, 2000).
2. Faktor Erodibilitas Tanah (K)
Besarnya nilai K ditentukan
oleh tekstur, struktur, permeabilitas, dan bahan organik tanah. Erodibilitas
tanah didefinisikan mudah tidaknya suatu
tanah untuk dihancurkan oleh kekuatan jatuhnya butir-butir hujan dan/ atau oleh
kekuatan aliran permukaan.
3. Faktor Panjang Dan Kemiringan Lereng
(LS)
Topografi berperan dalam
menentukan kecepatan aliran permukaan yang membawa partikel-partikel tanah
dalam rangka terjadinya erosi atau kerusakan tanah.
Dalam hal ini terdapat tiga
faktor yang mempengaruhi: (a) Panjang lereng. Semakin panjang lereng tanah
tersebut semakin besar pula kecepatan aliran permukaannya. (b). Kemiringan
lereng. Pada tanah dengan kemiringan lereng besar laju aliran di permukaan
tanah akan lebih cepat. (c). Bentuk lereng. Pada lereng yang tidak bergelombang
laju aliran di permukaan tanah lebih besar (Kartasapoetra, 1987).
Pada lereng curam
pengangkutan tanah atau pemindahan yang terus-menerus karena erosi dapat
menampakkan horison yang lebih tipis sebagai modifikasi profilnya. Akibatnya
tanah pada lereng yang curam mempunyai solum yang lebih tipis, bahan organiknya
lebih sedikit dibanding pada daerah dengan topografi rata atau bergelombang.
Perbedaan profil yang disebabkan oleh perbedaan lereng ini kurang menonjol pada
tanah yang berkembang pada bahan induk yang bertekstur kasar yang drainase
bagian dalamnya sangat cepat (Foth, 1998).
4. Faktor Pengelolaan Tanaman (C)
Pada dasarnya penentuan
nilai C sangat rumit/sulit, karena harus mempertimbangkan sifat perlindungan
tanaman terhadap erosivitas hujan. Sifat perlindungan tanaman harus dinilai
sejak dari pengolahan tanah hingga panen, bahkan hingga penanaman berikutnya.
Selain itu, penyebaran hujan selama satu tahun juga perlu memperoleh perhatian.
Untuk mendapatkan nilai C
tanpa mengurangi ketelitian prediksi erosi yang hendak dicapai dapat ditempuh
cara dengan merujuk publikasi yang telah ada sesuai dengan kondisi Indonesia.
Bila untuk sebidang lahan terdapat rotasi tanaman atau cara pengelolaan tanaman
yang tidak tercantum dalam publikasi yang dirujuk, maka dapat ditempuh dengan
memperhitungkan kembali nilai C tersebut berdasarkan nilai-nilai C pada
publikasi rujukan.
5. Faktor Tindakan Konservasi Tanah (P)
Tindakan konservasi tanah
yang dimaksud tidak hanya teknik konservasi tanah secara mekanis atau fisik
saja, tetapi juga berbagai macam usaha yang bertujuan mengurangi erosi tanah.
Untuk mengetahui teknik
konservasi tanah disuatu unit lahan, melalui interpretasi foto udara dengan
skala 1: 50.000 atau lebih kecil agak sukar. Untuk mengatasi kekurangan
tersebut uji-medan maupun informasi yang tersedia akan sangat membantu (Undang
Kurnia et al, 2004).
D. Tingkat Bahaya Erosi
Mengetahui besarnya erosi
yang terjadi pada suatu daerah yang digunakan sebagai lahan pertanian adalah
sangat penting bagi pelaksanaan pengawetan tanah dan air. Jika besarnya erosi
yang terjadi dan batas erosi maksimum masih diperbolehkan pada suatu daerah,
maka penggunaan tanah dan perlakuan yang diberikan dapat direncanakan
sedemikian rupa sehingga laju erosi yang terjadi pada daerah tersebut tidak
melampaui batas yang ditentukan sehingga produktivitas lahan dapat
dipertahankan dan ditingkatkan tanpa mengurangi kesetimbangan lingkungan sumber
daya alam.
Besarnya erosi pada sebidang
lahan dapat dihitung dengan menggunakan rumus USLE yaitu:
A = RKLSCP
Dimana :
A = rata-rata kehilangan tanah (ton/ha/tahun)
R = erosivitas hujan
K = erodibilitas tanah
L = panjang kelerengan
S = kemiringan lereng
C = vegetasi penutup tanah
P = konservasi tanah yang
dilakukan. (Wischmeir dan Smith, 1978)
Pengukuran erosi dan
perhitungan tanah yang hilang akibat erosi dapat dilakukan dengan pengukuran
erosi secara langsung di lapangan dengan metode kualitatif, kuantitatif atau
dengan metode prediksi. Metode tersebut dipakai untuk mengukur besarnya erosi
tanah yang hilang dari suatu areal lahan pada periode waktu tertentu yang
bergantung pada jenis erosi, luasan areal dan tujuan pengukuran erosi (Haryadi,
1997).
Bahaya erosi adalah suatu
ukuran yang digunakan sebagai dasar pembuatan RTL RLKT (Rencana Teknik Lapangan
dengan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah). Bahaya erosi ini adalah suatu
perkiraan maksimum kehilangan tanah pada
suatu unit lahan (Anonim,
1994).
E. Konservasi Tanah Dan Air
Konservasi
tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan
yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan
syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah.
Dengan memperhatikan masalah utama yang ada serta
besarnya nilai masing-masing faktor erosi (R, K, LS, C, P), teknologi
konservasi tanah secara teknik dapat ditentukan. Namun hal ini masih merupakan
alternatif, karena harus juga diperhatikan hal-hal yang bersifat non teknis, misalnya perhitungan
ekonomi, sosial, status tanah dan kadang-kadang etnis atau adat setempat (Sinukaban, 1989).
Teknologi
konservasi tanah seperti pembuatan teras, penanaman dalam strip, penanaman
penutup tanah, pemilihan pergiliran tanaman yang cocok, penggunaan pupuk yang
tepat, dan drainase dalam literatur sering dijabarkan sebagai teknologi yang
melindungi atau memperbaiki tanah pertanian secara keseluruhan. Akan tetapi
perlu ditekankan bahwa teknologi-teknologi tersebut dapat efektif apabila
penggunaan lahannya sudah cocok. Tidak ada agroteknologi yang memungkinkan
tanaman dapat tumbuh dengan baik dan tidak ada teknologi konservasi yang dapat
mencegah erosi kalau kondisi tanahnya tidak cocok untuk pertanian (Sinukaban,
1989).
Usaha
pengendalian erosi dan atau usaha pengawetan tanah dapat dilaksanakan dengan
teknologi vegetatif atau biologi dan mekanik. Usaha pengendalian erosi dan atau
pengawetan tanah (dan air) yang dilakukan dengan mernanfaatkan cara vegetatif
adalah didasarkan pada peranan tanaman, di mana tanaman-tanaman itu sebagian
telah diterangkan mempunyai peranan untuk mengurangi erosi.
Cara
vegetatif atau cara memanfaatkan peranan tanaman dalam usaha pengendalian erosi
dan atau pengawetan tanah dalam pelaksanaannya dapat meliputi kegiatan-kegiatan
sebagai berikut : (a) Penghutanan kembali dan penghijauan, (b) Penanaman tanaman
penutup tanah, (c) Penanaman tanaman secara garis kontur, (d) Penanaman tanaman
dalam strip, (e) Penanaman tanaman secara bergilir, dan (f) Permulsaan atau
pemanfaatan serasah tanaman.
Usaha
pengendalian erosi dapat juga dilakukan dengan cara teknis mekanis walaupun
pada kenyataannya cara ini membutuhkan pembiayaan yang besar dibanding dengan
cara vegetatif, karena menyangkut pembuatan prasarana, seperti (a) pembuatan
jalur-jalur bagi pengaliran air dan tempat-tempat tertentu ke tempat-tempat
pembuangan, (b) pembuatan teras-teras atau sengkedan-sengkedan agar aliran air
dapat terhambat sehingga daya angkut atau hanyutnya berkurang, (c) pembuatan selokan
dan parit ataupun rorak-rorak pada tempat-tempat tertentu, (d) melakukan
pengolahan tanah sedemikian rupa yang sejajar dengan garis kontur.
Beberapa cara pengendalian erosi secara mekanis hubungannya
dengan kontur antara lain: a. Guludan: Guludan adalah tumpukan tanah
yang dibuat memanjang menurut garis kontur atau memotong lereng, untuk
mengendalikan aliran permukaan; b.Teras gulud: Mirip dengan guludan yang
dilengkapi dengan saluran. Pembuatannya diutamakan pada lereng yang lebih curam
dan peka erosi; c.Teras kredit/teras sederhana: Teras ini
merupakan modifikasi dan penyempurnaan
dari teras guludan. Bangunannya dibuat sedemikian rupa, sehingga mempunyai daya
tampung lumpur lebih besar dari teras gulud. Disarankan menanam tanaman pagar,
penguat gulud atau dengan membuat sengkedan dari batu, kayu, bambu, sisa
barang/tanaman; d.Teras bangku: Teras bangku atau disebut juga teras
tangga, dibangun terutama untuk mengurangi panjang lereng. Teras ini disarankan
dibuat pada lahan dengan kemiringan 20% - 30% dan mempunyai kedalaman efektif
yang dalam/tebal; e. Saluran pembuangan air (SPA): Saluran pembuangan
air dibuat untuk menampung dan mengalirkan air limpasan yang sudah tidak
tertampung pada teras. Saluran ini dibuat searah kemiringan lereng (memotong
kontur) dan sebaiknya dibuat pada
saluran alam yang ada; f. Terjunan air: Terjunan air dibuat pada saluran
pembuangan air (SPA) untuk mengurangi kecepatan dan lapisan/ campuran air; g.
Rorak/ Got buntu/ lubang buta: Rorak adalah suatu bangunan berupa got buntu
yang dibuat pada bidang olah tanah/teras dimaksudkan untuk menangkap air
limpasan permukaan dan juga tanah yang tererosi (Undang Kurnia et al, 2004).
Untuk cara pengolahan tanah konservasi yang dapat memperkecil
terjadinya erosi adalah (a).Tanpa olah tanah (TOT): Tanah yang akan ditanami
tidak diolah dan sisa-sisa tanaman sebelumnya dibiarkan tersebar di permukaan,
yang akan melindungi tanah dari ancaman erosi selama masa yang sangat rawan
yaitu pada saat pertumbuhan awal tanaman. Penanaman dilakukan dengan tugal.
Gulma diberantas dengan menggunakan herbisida; (b).Pengolahan Tanah Minimal:
Tidak semua permukaan tanah diolah, hanya barisan tanaman saja yang diolah
dan sebagian sisa-sisa tanaman dibiarkan pada permukaan tanah; (c). Pengolahan
Tanah Menurut Kontur: Pengolahan tanah dilakukan memotong lereng
sehingga terbentuk jalur-jalur tumpukan tanah dan alur yang menurut kontur atau
melintang lereng. Pengolahan tanah menurut kontur akan lebih efektif jika
diikuti dengan penanaman menurut kontur juga yang memungkinkan penyerapan air
dan menghindarkan pengangkutan tanah (Undang Kurnia et al, 2004).
F. Sistem Informasi Geografis (SIG)
GIS singkatan dari Geographic
Information System atau Sistem Informasi Geografis. GIS merupakan suatu
perangkat lunak yang dapat digunakan untuk mengelola (input, manajemen, proses,
dan output) data spasial atau data yang bereferensi geografis. Setiap data yang
menunjuk lokasi di permukaan bumi dapat disebut sebagai data spasial
bereferensi geografis. Misalnya data kepadatan penduduk suatu daerah. Data
jaringan jalan suatu kota data distribusi lokasi pengambilan sampel dan sebagainya
(Nuarsa I wayan 2005).
Arc View adalah salah satu perangkat lunak GIS yang
paling populer dan banyak digunakan untuk mengelola data spasial dewasa ini. Software
ini dibuat oleh ESRI (Enviromental System Research Institute) yaitu
Perusahaan yang mengembangkan program Arcinfo Di dalam melakukan analisis
setiap obyek di muka bumi dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk yaitu :
titik, garis, dan poligon atau areal. Titik tidak punya dimensi panjang dan
digunakan untuk menggambarkan obyek atau simbol yang memanjang seperti jalan
atau sungai yang merupakan dimensi panjang sehingga garis ini dapat dihitung panjangnya. Poligon atau areal
mempunyai dimensi panjang dan lebar sehingga dapat dihitung luasnya.
Kemampuan GIS untuk
perhitungan erosi antara lain: menginventarisasi faktor-faktor erosi,
menampilkan peta parameter erosi, overlay peta parameter erosi, operasi
statistik dan layout. Aplikasi SIG di bidang sumber daya alam sebagai
inventarisasi, manejemen kesesuaian lahan untuk pertanian, perkebunan,
kehutanan, perencanaan, tata guna lahan, analisis daerah rawan bencana (erosi,
banjir, tanah longsor dan sebagainya). SIG sangat efektif di dalam membantu
proses–proses pembentukan, pengembangan atau perbaikan peta mental (peta
mengenai gambaran lingkungan sekitar yang tersimpan dalam pikiran setiap
manusia yang mencerminkan pengetahuan, prasangka dan atau tanggapan individu
yang bersangkutan).
Proses penggambaran data/ informasi
tingkat erosi ke bidang datar dapat
dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis
(SIG). Sistem Informasi Geografis merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengelola (input, manajemen, proses, dan output)
data spasial atau data yang bereferensi geografis ( data yang merujuk lokasi di
permukaan bumi). (Nuarsa I wayan 2002).
------------------------------------------------------------------------------
JUDUL & KATA PENGANTAR
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN I
LAMPIRAN II
LAMPIRAN III
thanks for your comments