728x90 AdSpace

Latest

Sabtu, 16 Desember 2017

PRAKTIKUM PENGELOLAAN TANAH DI JATIKUWUNG


PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kebutuhan manusia semakin meningkat, membuat sektor pemenuhan kebutuhan semakin meningkat pula terutama sektor pertanian. Keadaan ini menuntut adanya suatu praktek pertanian yang bisa mendukung peningkatan produksi pertanian. Salah satu langkah yang diambil adalah pengelolaan tanah.

Pengelolaan tanah dimaksudkan untuk menciptakan kondisi yang paling baik bagi pertumbuhan tanaman.Misalnya untuk tanah dengan pH rendah ditambahkan kapur. Dalam pemeliharaan tanah, pemupukan merupakan suatu perlakuan yang penting Usaha pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara, dimana di dalam tanah ketersediaannya kurang bagi tanaman. Penggunakan pupuk organik yang ramah lingkungan saat ini sudah banyak digunakan meskipun masih ditunjang dengan pupuk anorganik sebab jika hanya pupuk organik ketersediaan haranya sangat lambat.
Pengelolaan tanah yang dilakukan oleh manusia dimaksudkan untuk menciptakan kondisi yang paling baik bagi pertumbuhan tanaman. Pengelolaan tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman ini ada banyak cara antara lain dengan pemupukan. Pemupukan adalah menambah unsur hara dalam tanah yang diperlukan oleh tanaman untuk pertumbuhannya. Selain itu dengan pengelolaan tanah juga dapat dilakukan dalam upaya pengelolaan tanah ini supaya tanah menjadi lebih gembur.
Alfisol merupakan tanah yang telah mengalami pelapukan sangat intensif  dan perkembangan yang lanjut, sehingga terjadi pelindian basa-basa, bahan organik dan silica sehingga meninggalkan sesquioksida yang berwarna merah. Reaksi tanah pada umumnya bersifat masam.
Banyak dijumpai masalah pada tanah ini. Diantaranya adalah fiksasi ion fosfat oleh alumunium dan besi membentuk komplek Al-P dan Fe-P. Selain itu, mineral kaolinit tipe 1 : 1 juga akan mengikat kuat ion fosfat. Akibat yang ditimbulkan adalah fosfat kurang tersedia bagi tanaman.
Tanah masam dapat akan mempengaruhi keadaan tanah dan pertumbuhan tanaman. Ketersediaan unsur hara di dalam tanah asam sangat kecil. Unsur hara yang sulit tersedia di dalam tanah antara lain kalsium, magnesium, fosfor, dan molibdenum. Kalau unsur tersebut sangat kurang, tanaman yang ditanam  pada tanah tersebut akan menderita seumur hidupnya. Akibat terparah ialah tanaman akan keracunan aluminium karena terlarut dalam tanah. Aluminium tidak bersifat racun kalau terikat oleh tanah
Pemberian pupuk P merupakan salah satu usaha agar lahan pertanian dapat digunakan secara terus menerus terutama pada lahan pertanian yang kahat unsur hara P agar dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara P untuk memenuhi kebutuhan tanaman.
Pupuk pada prinsipnya merupakan pengganti lahan artinya pupuk merupakan faktor makin penting dengan semakin langkanya lahan yang tersedia untuk produktivitas pangan. Jika peranan pupuk dalam produktivitas pertanian selama ini cukup besar, pupuk akan memainkan peranan yang lebih besar lagi jika luas lahan yang terbatas dituntut untuk dapat menyediakan produktivitas pangan yang dibutuhkan.
Dengan pemupukan diharapkan memberikan keuntungan paling besar dari tanaman yang diproduksi. Ada juga tujuan lain seperti mutu tanaman,hasil maksimum, konservasi tanah dan mutu lingkungan.

B.     Tujuan Praktikum

Praktikum Pengelolaan Tanah ini bertujuan untuk :
a.       Mengetahui pengaruh pemberian pupuk P terhadap tanah masam seperti Alfisols.
b.      Mengetahui pengaruh pemberian pupuk P terhadap pertumbuhan tanaman kunyit.
c.       Mengetahui perbandingan antar perlakuan bagaimana masing-masing mempengaruhi pertumbuhan tanaman kunyit.
d.      Mengetahui pengelolaan tanah yang paling baik yang mendekati kondisi normal pertumbuhan tanaman kunyit.

C.  Waktu dan Tempat Praktikum

              Praktikum Pengelolaan Tanah ini dilaksanakan untuk pengambilan sampel tanah pada hari Kamis, 24 Desember 2004 pukul 07.30 – 08.30 WIB di Lahan Percobaan Jumantono. Untuk analisis kimia tanah dilaksanakan pada hari Jum’at dan Sabtu tanggal 14 - 15 Januari 2005 pukul 07.30 – selesai di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Universitas Sebelas Maret Surakarta.

II.   TINJAUAN PUSTAKA

A.    Tanah Alfisols

Tanah Alfisols meliputi sebagian terbesar lahan di Indonesia, mulai dari tepi pantai yang landai atau berbentuk sampai pegunungan yang tinggi yang berbukit atau bergelombang, dengan iklim agak kering sampai basah, terbentuk dari batuan beku, sedimen atau malihan (Dramawijaya, 1997)
Lahan yang berpotensi tinggi untuk tanaman pangan lahan kering sebagian besar terdapat di daerah dataran aluvial atau daerah peralihan antara dataran dan perbukitan. Tanahnya terdiri dari tanah berdrainase baik, tekstur berlempung atau berliat kadang-kadang berkerikil. Ordo tanahnya tergolong Alfisols. Umumnya mempunyai lereng kurang dari 8% atau kelas kesesuaiannya tergolong cukup sesuai (proporsinya 50-75%), sebagian lagi (25-49%) terdapat pada lahan yang berlereng antara 8-15% atau kelas kesesuaiannya tergolong marjinal. Pengembangan tanaman pangan lahan kering ini tidak hanya terbatas pada lahan kering (upland), tetapi dapat juga dilakukan pada lahan yang berpotensi tinggi untuk tanaman padi sawah. Lahan tersebut umumnya berdrainase buruk, untuk itu keadaan genangan atau air tanah dangkal perlu didrainase, sehingga tercipta media pertumbuhan yang baik. Pengembangan tanaman pangan lahan kering tersebut dapat dilakukan pada saat lahan tidak memungkinkan disawahkan yaitu menjelang musim kemarau, karena curah hujan mulai rendah dan air tanah mulai dalam (Anonim, 2001). Alfisol terbentuk dari bahan yang mengandung karbonat dan tidak lebih tua dari pleistosin. Di daerah dingin hampir semuanya berasal dari bahan induk berkapur yang masih muda. Didaerah basah bahan induk biasanya lebih tua dari daerah dingin. Hubungan antara permukaan geomorfologik dengan jenis tanah ditunjukkan oleh asosisasi tanah sesuai dengan keadaan iklim, bahan induk dan sebagainya. Di daerah ilkim kering, proses pembentukan tanah pada bulan kering lebih lambat dari bulan basah. Alfisol terbentuk pada iklim koppen Aw, Am dengan tipe curah hujan C, D, dan E dengan bulan kering lebih dari 3 bulan. Sebagian ditemukan didaerah beriklin kering dan sebagian kecil didaerah beriklim basah. Alfisol dapat pula ditemukan di wilayah dengan temperatur sedang/sub tropika dengan adanya pergatian musim hujan dan kering. Alfisol merupakan order yang dicirikan oleh adanya horizon argilik dan mempunyai kejenuhan basa yang tinggi (Munir, 1996).
Alfisols memiliki horison argilik dan terdapat di kawasan yang tanahnya lembab paling sedikit dalam setengah tahun. Kebutuhan akan kejenuhan basa lebih dari 35 % di dalam horison argilik Alfisols berarti bahwa basa-basa dilepaskan ke dalam tanah oleh pengikisan hampir secepat basa-basa yang terlepas karena tercuci. Dengan demikian, Alfisols menempati peringkat yang hanya sedikit lebih rendah daripada Mollisol untuk pertanian (Foth, 1994).
Alfisols meliputi tanah-tanah yang telah  mengalami  pelapukan intensif dan perkembangan tanah lanjut, sehingga terjadi pelindian unsur basa, bahan organik dan silika, dengan meninggalkan sesquioxid sebagai sisa berwarna merah. Ciri morfologi yang umum adalah tekstur lempung sampai geluh, struktur remah sampai gumpal lemah dan konsistensi gembur. Warna tanah sekitar merah tergantung susunan mineralogi, bahan induk, drainase, umur tanah dan keadaan iklim (Darmawijaya, 1992).
Kebanyakan Alfisols baik untuk pertanian, kecuali beberapa yang mempunyai faktor pembatas khusus, misalnya berbatu, lereng terjal, kejenuhan basa baik. Kebanyakan memerlukan pupuk untuk memperoleh hasil panen yang baik. Tanah ini tidak labas dan mengandung mineral terlapukkan. Horison B mungkin mencegah pengagihan akar yang baik dalam tanah dengan horison  bertekstur berat, permeabilitasnya mungkin lambat. Alfisols terkenal di wilayah  iklim sedang dan subtropik. Di tropika tanah ini bersifat agak muda  dibanding Acrisols ( Burringh, 1991).
Permasalahan utama tanah Alfisols dari segi kimia adalah daya tambat ion fosfat oleh ion logam aluminium dan besi. Selain itu juga karena adanya penyematan antara fosfat oleh mineral liat kaolinit. Sehingga mengakibatkan fosfat menjadi tidak larut dalam air dan relatif tidak tersedia bagi tanaman. Pada tanah masam kelarutan Al dan Fe sangat tinggi yang dapat bereaksi dengan fosfat sehingga terbentuk komplek Al-P dan Fe-P (Tan, 1998).
B.  Pupuk Phospat     
Bahan organik merupakan sumber nutrisi bagi mikroorganisme dalam tanah. Aktivitas mikroorganisme dalam tanah akan meningkat dimana berpengaruh pada proses-proses yang terjadi dalam tanah dan interaksi tanah dengan tanaman, seperti pembentukan tanah, penciptaan struktur tanah, mineralisasi sampai penyediaan unsur hara bebas bagi tanaman., pembentukan humus, pengikatan nitrogen, pelarutan fosfat serta penyerapan unsur hara oleh akar tanaman. (Schnitzer.1997 )
Bentuk fosfat yang dominan yang tersedia bagi tanaman adalah H2PO4H. keberadaan air penting untuk penyerapan phospat dalam tanah. Tanaman menyerap sekitar 500 pon air untuk setiap pertumbuhan. Akan tetapi fosfor dalam 500 pon air tanah sangat tidak mencukupi kebutuhan tanaman apabila air dan fosfast diserap dengan nisbah transpirasi = 500, fosfor dalam jaringan tanaman = 0.3%, kandungan fosfor dalam larutan tanah = 0.03 ppm. Makin besar fosfor dalam air tanah, makin  mudah bagi tanaman untuk memenuhi kebutuhan akan fosfor dan dengan demikian makin besar persediaan fosfor dalam tanah (Foth, 1989)
Ketersediaan P tanah untuk tanaman terutama sangat dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu sendiri. P menjadi tidak tersedia dan tidak larut disebabkan oleh fiksasi mineral-mineral dan ion Al, Fe, Mg atau Ca, membentuk senyawa komplek dan tidak larut. Pertambahan P pada tanah dapat berasal dari pupuk fosfat, pelapukan mineral yang mengandung P dan sisa-sisa hewan dan tanaman ( Nyakpa et al, 1988 )
Fosfor adalah salah satu unsur hara makro esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, tetapi ketersediaannya di dalam tanah sangat rendah dibanding unsur hara lainnya. Penambahan P dalam bentuk pupuk bagi tanaman sangat diperlukan. Namun demikian pada beberapa jenis tanah, efisiensi pemupukan P tersebut sangat rendah karena adanya komponen-komponen tanah tersebut yang mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menyerap fosfor ( Yassin, 1991 )
C.  Pengelolaan Tanah Masam
Kandungan bahan organik Alfisols rendah. Pemberian bahan organik secara kontinyu dapat mengurangi kemasaman tanah melalui pembentukan kompleks. Bahan organik mempengaruhi ketersediaan P melalui hasil dekomposisinya yang menghasilkan asam-asam organik dan CO2. Asam-asam organik menghasilkan anion organik yang mempunyai sifat mengikat ion Al, Fe dan Ca dari larutan tanah, kemudian membentuk senyawa kompleks yang sukar larut (Hakim et al., 1986)
Pada umumnya pengapuran dengan menggunakan senyawa Ca dan Mg terkandung dalam dolomit [CaMg(CO3)2] akan meningkatkan pH tanah dan meningkatkan ketersediaan Ca dan Mg. Selain itu pengapuran ini akan merangsang kegiatan jasad renik sehingga meningkatkan arti penting dari bahan organik dan N dalam tanah masam. Pengapuran biasanya dilakukan 2 – 4 minggu sebelum tanam (Kuswandi, 1993)
Proses-proses genesis tanah yang terjadi pada Alfisols adalah eluviasi dan illuviasi dari lempung silikat, dan dalam tanah yang mempunyai drainase baik berasosiasi dengan besi oksida. Lessivage dapat menjadi proses utama dalam pembentukan formasi Alfisols dengan horizon argilik dan atau tebal kulit lempung (clay skin) dalam fragipan (Fanning, 1989)
Permasalahan utama dari segi kimia pada tanah Alfisols adalah daya tambat ion fosfat oleh logam aluminium dan besi. Selain itu juga adanya penyematan ion fosfat oleh mineral liat kaolinit. Sehingga mengakibatkan fosfat menjadi tidak larut dalam air dan relatif tidak tersedia bagi tanaman. Pada tanah masam, kelarutan logam Al dan Fe sangat tinggi yang dapat bereaksi dengan fosfat sehingga terbentuk kompleks Al-P dan Fe-P           (Tan, 1998)



D.  Tanaman Kunyit
Berdasarkan penggolongan dan tata nama tumbuhan, tanaman kunyit termasuk ke dalam klasifikasi  sebagai berikut :
Kingdom   : Plantae
Divisi        : Spermatophyta
Subdivisi   : Angiospermae
Kelas         : Monokotyledonae
Ordo         : Zingi berales
Famili        : Zingi beraceae
Genus        : Curcuma
Spesies      : Curcuma domestica VALET
Tanaman kunyit dapat tumbuh di daerah tropika maupun sub tropika. Di Indonesia dapat tumbuh sepanjang tahun di daerah-daerah dataran rendah sampai dataran tinggi ± 2000 mdpl. Suhu udara 19°C - 30°C, curah hujan 1500 – 4000 mm/tahun. Tanaman kunyit termasuk jenis tanaman yang toleran terhadap berbagai jenis tanah. Akan tetapi paling baik adalah pada tanah liat berpasir yang gembur, subur, dan berpengairan baik. Untuk memperoleh persyaratan tanah yang subur dan gembur maka tanah perlu diolah secara sempurna dan cukup dalam, serta ditambahkan pupuk organik (kotoran ternak ataupun kompos) (Rukmana, 1994).
Pada kunyit terdapat penyakit karat yang disebabkan oleh Phakopsora curcumae Honh. yang semula disebut sebagai Klastopsora curcumae Honh. menurut Boedijn (1966) Phakopsora curcumae adalah identik dengan P. Elettariae (Rac) Honh, dan Schroeteriaster elettariae Rac, penyebab penyakit karat pada kapulaga (Van Overeem-de Haas, 1982)
Pada tanaman kunyit sering di surakarta terdapat becak daun yang disebabkan oleh jamur Curvularia sp. Gejala penyakit ini mirip dengan gejala yang disebabkan oleh jamur yang sama pada daun kencur dan kunci yang sudah diuraikan dimuka (Sri Wahyuni, 1979)

Tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi 40-100 cm. Batang merupakan batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang dengan warna hijau kekuningan dan tersusun dari pelepah daun (agak lunak). Daun tunggal, bentuk bulat telur (lanset) memanjang hingga 10-40 cm, lebar 8-12,5 cm dan pertulangan menyirip dengan warna hijau pucat. Berbunga majemuk yang berambut dan bersisik dari pucuk batang semu, panjang 10-15 cm dengan mahkota sekitar 3 cm dan lebar 1,5 cm, berwarna putih/kekuningan. Ujung dan pangkal daun runcing, tepi daun yang rata. Kulit luar rimpang berwarna jingga kecoklatan, daging buah merah jingga kekuning-kuningan              (Anonim, 2002).
Kunyit (Curcuma domestic) termasuk salah satu tanaman rempah dan obat, habitat asli tanaman ini meliputi wilayah Asia khususnya Asia Tenggara. Tanaman ini kemudian mengalami persebaran ke daerah Indo-Malaysia, Indonesia, Australia bahkan Afrika. Hampir setiap orang Indonesia dan India serta bangsa Asia umumnya pernah mengkonsumsi tanaman rempah ini, baik sebagai pelengkap bumbu masakan, jamu atau untuk menjaga kesehatan dan kecantikan (Anonim, 2004).
Mutu keamanan pangan sangat menentukan berhasilnya pemasaran produk pangan, terutama di era perdagangan bebas. Produk pangan dalam negeri akan bersaing tidak hanya dengan produk dalam negeri tetapi juga produk luar yang tentu saja masuknya ke Indonesia semestinya sudah memenuhi persyaratan mutu produk. Umumnya, produk dalam negeri terutama yang diproduksi oleh industri pangan skala usaha kecil-menengah masih belum memenuhi standar mutu keamanan. Bahan tambahan pangan (BTP) antara lain zat pewarna sintetis yang dilarang, masih digunakan oleh sebagian besar industri kerupuk. Teknik pembuatan kerupuk yang diterapkan tidak terlalu berbeda dengan yang biasa dipakai, hanya formula zat pewarna yang diganti dengan bubuk kunyit (Curcuma longa). Bubuk kunyit yang dibuat dengan ukuran butiran 70 mesh, dapat disimpan sampai 5 bulan pada suhu 5°C (Tejasari et al., 2002).

III.  TATA LAKSANA PRAKTIKUM
A.  Alat dan Bahan
1.      Alat
a.       Cangkul
b.      Kantong plastik
c.       Cetok
d.      Meteran
e.       Saringan Tanah berdiameter 0.5 mm
f.       Alat-alat laboratorium untuk analisis kimia tanah
2.      Bahan
a.       Kertas label
b.      Khemikalia untuk analisis kimia tanah
c.       Tisu gulung
d.      Sampel tanah
B.  Cara Kerja
1.      Pengambilan sampel tanah
Sampel tanah diambil pada tiap-tiap plot dalam petak percobaan dengan cara menggali tanah sedalam 20 cm dari permukaan. Titik sampel ditentukan secara sengaja (Purposive sampling). Tanah yang sudah diambil dikeringanginkan dan disaring dengan saringan berdiameter 0,5 mm.
2.      Analisis kimia tanah di laboratorium kimia dan kesuburan tanah
a.       Analisa pH tanah
1.      Menimbang 10 gr ctka Ø 0,5 mm, dimasukkan kedalam flakon.
2.      Tambahkan 25 ml aquades ( untuk pH H2O ) dan 25 ml KCL 1 N, kemudian mengaduk hingga homogen.
3.      Biarkan selama ± 1 jam.
4.      Mengukur pH dengan pH meter.
b.      Analisis P total
1.      Menimbang 0,2 gr ctka Ǿ 0,5 mm dan masukkan kedalam tabung reaksi
2.      Menambahkan 2 ml HNO3 pekat dan 0,6 ml HCIO4  
3.      Memanaskan diatas waterbath samapai asap tidak berwarna atau larutan bening, kemudian angkat dan dinginkan
4.      Menambahkan aquades sampai 10 ml
5.      Menyaring larutan tersebut dengan kertas saring
6.      Mengambil 2 ml filtrat, masukkan kedalam tabung reaksi lalu menambahkan 2 ml HNO3 2 N dan mengencerkan sampai 10 ml
7.      Menambahkan 1 ml Vanadium molybdat, gojog dan diamkan selama 30 menit
8.      Mengamati dengan spektrometer
9.      Menghitung kadar P
c.       Analisis P tersedia
1.      Memasukkan 1 gr  ctka Ǿ 0,5 mm kedalam tabung reaksi.
2.      Menambahkan 7 ml larutan Bray 1 ( 0,025 N HCL + 0,03 N NH4F ), lalu gojog selama 1 menit.
3.      Menyaring dengan kertas saring sampai jeernih
4.      Mengambil 2 ml filtrat dan tambahkan 5 ml aquades
5.      Menambahkan 2 ml larutan amonium ,olybdat, campur hingga homogen
6.      Menambahkan 1 ml larutan SnCl2 kemudian digojog dan diamkan selama 5 – 6 menit
7.      Mengukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm



IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil pengamatan
Tabel 4.1 Kadar lengas
Perlakuan
a
b
c
P2D1A
P2D1T
P2D1B
P3D0A
P3D0T
P3D0B
P3D1A
P3D1T
P3D1B
29.03
51.21
32.16
22.35
33.70
40.08
55.36
54.24
32.35
34.11
56.27
37.38
27.32
38.81
51.07
60.34
59.28
37.24
33.77
55.87
36.04
26.87
38.44
50.68
60.02
58.83
37.04
Sumber : Laporan sementara
Kadar lengas :
      Keterangan            : a        : berat botol timbang
                                      b        : berat botol timbang + ctka
                                      c        : berat botol timbang + ctka setelah dioven
 Kadar lengas  P3D0A =
=  9.95 %
Tabel  4.2 pH tanah
Perlakuan
pH H2O
pH KCl
P2D1 A
P2D1T
P2D1B
P3D0A
P3D0T
P3D0B
P3D1A
P3D1T
P3D1B
5.28
5.65
6.27
5.55
5.55
5.65
5.24
5.10
5.27
4.57
4.36
6.09
4.76
5.27
5.25
4.56
4.46
4.76
Sumber : Laporan sementara

     Tabel 4.3 larutan standar P
Kadar ppm Ptersedia
( x )
Absorban
( y )
Kadar ppm Ptotal
( x )
Absorban
( y )
0
0.05
0.1
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
0.00  A0
0.08  A0
0.53  A0
0.116 A0
0.178 A0
0.255 A0
0.326 A0
0.461 A0
0
2.5
5.0
7.5
10
12.5
15
0.000 A0
0.062 A0
0.172 A0
0.306 A0
0.431 A0
0.510 A0
0.604 A0
Sumber : Laporan sementara

Tabel 4.4. Hasil pengamatan spektrofotometer P tersedia
Perlakuan
Ul.1
Ul.2
X
Y
P-tersedia
P2O5
Ctkm
harkat
P2D1  A
P2D1  T
P2D1  B
P3DA
P3D0  T
P3D0  B
P3D1  A
P3D1  T
P3D1  B
0.027
0.233
0.168
0.187
0.155
0.025
0.047
0.093
0.054
0.022
0.301
0.087
0.061
0.067
0.053
0.048
0.170
0.098
0.0245
0.267
0.125
0.124
0.111
0.039
0.0475
0.132
0.076
0.0132
0.1189
0.057
0.0565
0.0509
0.0195
0.0232
0.0573
0.0356
0.4951
4.5189
2.0527
2.1743
1.9205
0.7076
0.8677
2.2022
1.2991
1.1338
10.3483
4.7007
4.9791
4.3979
1.6204
1.9870
5.0430
2.9749
0.9331
0.9209
0.9719
0.9095
0.9276
0.9645
0.9358
0.9107
0.9591
Sgt rendah
Rendah
Sgt rendah
Sgt rendah
Sgt rendah
Sgt rendah
Sgt rendah
Sgt rendah
Sgt rendah
Sumber : Laporan sementara
      Contoh Analisis Hasil Pengamatan :
      Garis regresi y = a + bx
      a    = 0,0025
      b    = 0,436
      R   = 0,99
      Y   = 0,0025 + 0,436 x
      ppm P        =
      P2O5          = ppm P x 2,29

     Analisis hasil P2D1 A
      Y               = 0.0025 + 0.436 x
      Y               = 0.0025 + 0.436  (0.0245)
                        = 0.0132
      ppm P        =  
= 0.4951
      P2O5          = 0.4951x 2,29           
                        = 1.1338

      Tabel 4.5. Hasil pengamatan spektrofotometer P total
Perlakuan
Ul.1
Ul.2
x
y
P total
P2O5
P2D1  A
P2D1  T
P2D1  B
P3DA
P3D0  T
P3D0  B
P3D1  A
P3D1  T
P3D1  B
0.041
0.050
0.111
0.116
0.085
0.071
0.079
0.086
0.070
0.058
0.066
0.080
0.082
0.101
0.089
0.068
0.083
0.083
0.0495
0.058
0.0955
0.099
0.093
0.08
0.0735
0.0845
0.0765
1.6833
1.8824
2.7607
2.8427
2.7021
2.3977
2.2454
2.5031
2.3157
21.04.1745
23.53.023
3450.882
3553.349
3377.625
2997.100
2806.8045
3128.8435
2894.6335
4818.5595
5388.4215
7902.5195
8137.1685
7734.7613
6863.359
6427.582
7165.051
6628.710
      Sumber : Laporan sementara
      Contoh Analisis Hasil Pengamatan :
      Garis regresi y = a + bx
      a    = 0.524
      b    = 23.421
      R   = 0.99
      Y   = 0.524 + 23.42x
      ppm P        =
      P2O5          = ppm P x 2.29
     Analisis hasil P2D1 A
      Y               = 0.524 + 23.421x
      Y               = 0.524 + 23.421  (0.0495)
                        = 1.6833
      ppm P        =            
= 2104.1745
      P2O5          = 2104.1745 x 2.29
                        = 4818.5595
B. Pembahasan
Praktikum pengelolaan tanah ini menggunakan jenis tanah Alfisols. Menurut Darmawijaya ( 1990 ), Alfisols adalah salah satu jenis tanah masam yang mempunyai kemampuan rendah dalam menyediakan hara bagi tanaman.
 Salah satu usaha yang pengelolaan  dilakukan  terhadap tanah ini adalah pemupukan. Pemupukan yang dilakukan pada praktikum ini adalah pemupukan P . Karena  permasalahan utama dari tanah Alfisols adalah daya tambat ion fosfat oleh logam aluminium dan besi sehingga mengakibatkan fosfat tidak dapat larut dan tidak tersedia bagi tanaman.
Tanah alfisol merupakan tanah yang telah mengalami pencucian dan pelapukan yang intensif. Akibat perkembangan yang telah lanjut basa-basanya tercuci. Pencucian disebabkan oleh iklim tropis Indonesia dimana curah hujannya sangat tinggi. Senyawa yang tertinggal adalah Al dan Fe yang merupakan sumber kemasaman tanah. Al dan  Fe akan melepaskan ion H+ jika bereaksi dengan air, sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan kemasaman tanah (pH tanah rendah). P dalam tanah alfisol terfiksasi secara kuat oleh Al dan Fe sehingga tidak dapat diserap tanaman. Ketersediaan unsur hara dalam jumlah yang rendah di dalam tanah dapat mempengaruhi keberadaan unsur-unsur tersebut di dalm tanaman. Jika ketersediaan unsur hara dalam tanah kurang dari jumlah unsur hara yang dibutuhkan tanaman, maka tanaman dapat mengalami defisiensi. PH  tanah Alfisols diketahui berdasarkan pengukuran pH H2O dan pH KCl. Pada pengukuran pH ini diketahui bahwa pada perlakuan P3D1T mempunyai pH yang terendah yaitu pH H2O sebesar 5.10 dan pH KCl sebesar 4.46. Sedangkan nilai pH yang tertinggi didapatkan pada perlakuan P2D1B yaitu pH H2O sebesar 6.27 dan pH KCl sebesar 6.09. Dari pengamatan diketahui bahwa nilai pH  H2O  rata – rata adalah 5.50, sedangkan pada pengukuran pH KCl 4.89  dalam pengharkatan ini menunjukkan pH masam.
pH (kemasaman) tanah merupakan sifat kimia tanah yang dijadikan parameter reaksi dalam tanah. Sumber kemasaman itu sendiri terletak pada konsentrasi ion H+ dan Al. Jenis pH yang diukur adalah pH H2O, pH KCl. pH H2O merupakan kemasaman tanah yang bersumber pada konsentrasi ion-ion H+ yang berada dalam larutan tanah. Sedangkan untuk pH KCl merupakan kemasaman tanah yang bersumber pada konsentrasi ion-ion H+ dan Al yang terjerap dalam koloid tanah dan larutan tanah. Ion K+ menggantikan ion H+ dan Al yang berada dalam kompleks pertukaran ion, sehingga ion H+ dan Al akan terlepas mengisi larutan tanah (ion-ion H+ dan Al semakin banyak) menjadikan pH semakin rendah. Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa kisaran pH tanah Alfisol pada semua perlakuan adalah sangat masam sampai dengan agak masam.
Kadar lengas merupakan sifat fisika tanah yang berarti kemampuan tanah untuk mengikat air dalam pori-pori tanah. Penambatan air oleh butir tanah disebabkan oleh gaya adhesi dan kohesi partikel-partikel tanah. Dari hasil praktikum ini dapat diketahui bahwa kadar lengas tanah pada semua perlakuan adalah tinggi. Pelapukan yang lebih lanjut pada tanah Alfisols menjadikan butir-butir tanah berukuran halus bahkan sangat halus. Butir-butir tanah yang halus memiliki luas permukaan yang besar sehingga kemampuan penambatan airnya juga meningkat. Selain itu juga mengakibatkan drainase tanah baik.
Pupuk Sp-36 adalah jenis dalam bentuk butiran dengan kandungan utama P2O5 total sebesar 36% dan kandungan P2O5 tersedia sebesar 34% serta kandungan P2O5 larut air sebesar 30%.  Pupuk Saprodap adalah pupuk yang mengandung P2O5 sebesar 22,72%, dan N sebesar 16,03 %, pupuk ini mempunyai pH sebesar 4,65. Sedangkan pupuk Putroni mengandung P2O5 sebesar 20,16%, 13,72% CaO, 4,42% MgO, SO4 sebesar 8,03%,  B sebesar 0,41%dan Fe sebesar 1,48%. Pada praktikum ini jenis pupuk  phospat yang digunakan untuk percobaan  ada 3 macam yaitu  SP 36 (P1), Putroni (P2), Saprodap (P3), dengan dosis pupuk  0 kg / ha (D0), dan 200 kg/Ha (D1).
Beberapa macam pupuk dan dosis tersebut kemudian dikombinasikan untuk perlakuan pada tanah yang dibagi dalam IV blok. Pada praktikum Pengelolaan Tanah diambil sampel tanah perlakuan yaitu blok II dan blok III. Untuk kelompok VIII mendapat  bagian untuk mengambil sampel tanah dari blok III yaitu tanah dengan perlakuan P3D0 , P3D1, dan P2D1. untuk masing masing perlakuan, tanah diambil ditempat yang berbeda yaitu bagian atas  ( A ),  tengah ( T ), dan bawah (B). sehingga diperoleh perlakuan P3D0A, P3D0T, P3D0B, P2D1A, P2D1T, P2D1B, P3D0A, P3D0T, P3D0B.
Unsur hara P diperlukan tanaman dalam bentuk H2PO4-, HPO42- dan PO42-. Dari hasil praktikum dapat diketahui bahwa ketersediaan P pada semua perlakuan sangat rendah. P tersedia tanah ditentukan oleh banyaknya faktor, terutama pH. Pada tanah-tanah masam (pH rendah), P akan terfiksasi oleh Al ataupun Fe dalam bentuk alumunium fosfat atau besi fosfat yang sukar larut dalam air sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Untuk menambah supplay P dalam tanah, dilakukan pemupukan P pada tanah alfisol. Pada praktikum ini bahwa Ptersedia   yang diketahui mempunyai pengharkatan rendah dan sangat rendah. Pada Ptersedia yang mempunyai pengharkatan rendah mempunyai kandungan P2O5 sebesar 10.3483. Sedangkan Ptersedia yang mempunyai pengharkatan sangat rendah mempunyai nilai yang lebih kecil dari 10. Pada  P tersedia yang mempunyai pengharkatan rendah tersebut terdapat pada perlakuan P2D1T yaitu perlakuan dengan pemberian pupuk Putroni dengan dosis 0 kg / ha.  
Dengan adanya penambahan pupuk P ini diharapkan tanah Alfisols dapat meningkatkan produktifitas tanaman. Sedangkan pada praktikum ini indikator tanaman yang dipakai adalah tanaman kunyit. Kunyit adalah tanaman empon-empon yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Tanaman ini termasuk jenis tanaman yang toleran terhadap berbagai jenis tanah.  Sehingga kunyit akan sanagt cocok di tanamn pada tanah yang mempunyai  sifat fisik yang baik seperti tanah  Alfisols.
Dalam praktikum ini selain dihitung Ptersedia juga dihitung Ptotal. Pada praktikum ini diketahui nilai Ptotal tertinggi  sebesar  8137.1685 pada tanah dengan perlakuan P3D0A sedangkan Ptotal  terendah  sebesar 4818.5595 pada tanah dengan perlakuan P2D1A. Nilai P total yang tertinggi didapat pada perlakuan  pemberian pupuk Saprodap dengan dosis  0kg/ha dan terendah pada perlakuan pemberian pupuk Putroni dengan dosis 200kg/ha.

Penambahan pupuk P meningkatkan P tersedia dalam tanah akan tetapi dari hasil pengamatan pupuk yang mendapat perlakuan penambahan 0 kg/ha maupun yang mendapatkan perlakuan penambahan pupuk 200 kg/ha mempunyai pengharkatan sangat rendah.  Ini berarti pupuk yang diberikan tidak meningkat ketersediaan P dalam tanah  karena mungkin saja P terikat (P terfiksasi) dalam koloid tanah.


V.  KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
   Dari uraian tersebut diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.      Pemberian pupuk SP-36 dengan dosis 200 kg/Ha kurang berpengaruh pada ketersediaan P dalam tanah.
2.      Ketersedian P (P tersedia) tanah alfisols pada perlakuan tersebut diatas termasuk dalam pengharkatan sangat rendah.
3.      P total tertinggi pada perlakuan pemberian pupuk SP36 dengan dosis 200 kg/ha pada lapisan atas dan terendah pada perlakuan pemberian pupuk Putroni dengan dosis 0 kg/ha lapisan tengah.
4.      Pemberian pupuk P belum tentu dapat meningkatkan ketersediaan P dalam tanah.
B.  Saran
Pada praktikum yang telah dilakukan, terdapat beberapa hal yang harus menjadi perhatian untuk perkembangan praktikum selanjutnya, yaitu :
1.      Dosis pupuk dapat lebih di variasi lagi, sehingga dapat diketahui dosis dan jenis pupuk yang paling berpengaruh dalam ketersediaan P di tanah. Sedangkan untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang paling baik, hendaknya dilakukan analisis data menggunakan statistic.
2.      Untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk P dapat juga dilakukan analisa P tanaman. Dengan dosis yang diberikan, dapat diketahui jumlah P yang diserap oleh tanaman.



DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2001. Pengembangan Tanamana Lahan Kering. http://www.hayati-ipb.com/users/rudyct/indiv2001/sukarman.htm
Anonim.  2002. Kunyit. http://www.iptek.net.id/ind/warintek/BP.idx.php7. Dibuka tanggal 18 Januari 2005.
            . 2003. Using Phosphorus Fertilizers Effectively. http://ianrpubs.unl.edu/Soil/g601.htm. Dibuka tanggal 18 Januari 2005.
             . 2004. Kunyit. http://www.iptek.net.id/ind/cakra_obat/tanamanobat.php?id=2. Dibuka tanggal 18 Januari 2005.
            . 2004. Padi Gogo Tahan Terhadap Tanah Masam. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0704/01/cakrawala/lainnya04.htm. Dibuka tanggal 18 Januari 2005.
Buckman, H. O dan N. C Brady. 1982. Ilmu Tanah. Terjemahan Soegiman. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.
Buringh, P. 1991. Pengantar Pengajian Tanah-tanah Wilayah Tropika dan subtropika terjemahan Tejoyuwono. UGM Press. Yogyakarta.
Darmawijaya, I. 1997. Klasifikasi Tanah. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Foth, H. D. 1994. Dasar-dasar Ilmu Tanah edisi VI. Erlangga. Jakarta.
Kuswandi. 1993. Pengapuran Tanah Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.
Kamprath, E.J. 1971. Potensial Detrimental Effects from Liming Highly Weathered Soils to Neutrality. Soils Crop Sci. Soc Fla 31: 201- 203.
Munir, M., 1996. Tanah-Tanah Utama di Indonesia. PT Dunia Pustaka Jaya Jakarta.
Nyak Pa, N. Y. . Lubis, A. M. Pulung, N. A. Amran, A. G. Munawar, A. Hong, G. R Hakim Y, 1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung Press. Lampung
Rukmana, Rahmat. 1994. Kunyit. Kanisius. Yogyakarta.
Schnitzer, M. 1997 Pengikatan Bahan Humat oleh Kaloid Mineral. Interaksi Mineral Tanah dengan Bahan Organik dan Mikrobia.(Eds Huang PM dan Schinitzer, M) (Translete Didik Hadjar Goenadi). UGM Press.Yogyakarta.)

Sutedjo, M. Mulyani dan A. G. Kartasapoetra. 2002.Pengantar Ilmu Tanah Terbentuknya Tanah dan Tanah Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.
Tan, K. H. 1998. Dasar-dasar Kimia Tanah. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Thomas, A. N. S. 1989. Tanaman Obat Tradisional. Kanisius. Yogyakarta
Van Overeem-de Haas, C. dan D. !982. Verzeichnis der in Niederlandisch Ost. Indien und Lichenes. Bull. Jardin Bot. Serie 3, vol. 4, Livr. 1: 1-146
Widiastuti, Y. siswanto. 1997.  Penanganan hasil Panen Tanaman Obat Komersil. Trubus Agriwidya. Ungaran.
Wahyuni, Sri. Dan Wiwiek. 1979. Inventarisasi Kelainan Pada Tanaman Obat-Obatan, Terutama Yang Termasuk Familia Zingiberaceae. Kapita Selekta, Fak. Pert, Univ. Gadjah Mada, Yogyakarta, 61 hlm.

PRAKTIKUM PENGELOLAAN TANAH DI JATIKUWUNG

thanks for your comments

Top