728x90 AdSpace

Latest

Minggu, 31 Desember 2017

Sejarah Museum Fatahillah Kota Tua Jakarta



Pertempuran Pembentukan Jayakarta, 22 Juni 1527 

Untuk membendung pengaruh Portugis sejak awal abad ke-16 telah berkuasa di Malaka, Sultan Trenggono, Demak, mengirim Panglima Fatahillah dengan pasukannya dan pada tahun 1527 Fatahillah berhasil merebut Sunda Kelapa sebelum portugis mendirikan benteng di Pelabuhan Sunda Kelapa sesuai perjanjian tahun 1522 dengan Raja Pajajaran. Dalam pertempuran tanggal 22 Juni 1527 di pelabuhan Sunda Kelapa, Fatahillah berhasil mengalahkan ekspedisi "Fransisco De Sa" yang dikirim Portugis untuk mendirikan benteng.


Nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta, yang berarti Kota Kemenangan. 


--------------------------------------------
Museum Fatahillah memiliki nama resmi Museum Sejarah Jakarta adalah sebuah museum yang terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 1, Jakarta Barat dengan luas lebih dari 1.300 meter persegi.
Bangunan ini dahulu merupakan balai kota Batavia (bahasa Belanda: Stadhuis van Batavia) yang dibangun pada tahun 1707-1712 atas perintah Gubernur-Jendral Joan van Hoorn. Bangunan ini menyerupai Istana Dam di Amsterdam, terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap di bagian timur dan barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan ruang-ruang bawah tanah yang dipakai sebagai penjara. Pada tanggal 30 Maret 1974, bangunan ini kemudian diresmikan sebagai Museum Fatahillah.

Gaya arsitektur : Neoklasik
Lokasi : Jl. Taman Fatahillah No. 1, Jakarta Barat, DKI Jakarta, Indonesia
Mulai dibangun : 23 Januari 1707
Arsitek : W. J. van de Velde
Insinyur : J. Kremmer

Sejarah dan Asal Mula Berdirinya Gedung Museum Fatahillah Jakarta
Pada awal mulanya, balai kota pertama di Batavia dibangun pada tahun 1620 di tepi timur Kali Besar. Bangunan ini hanya bertahan selama enam tahun sebelum akhirnya dibongkar demi menghadapi serangan dari pasukan Sultan Agung pada tahun 1626. Sebagai gantinya, dibangunlah kembali balai kota tersebut atas perintah Gubernur-Jenderal Jan Pieterszoon Coen di tahun 1627. Lokasinya berada di daerah Nieuwe Markt (sekarang Taman Fatahillah).  Menurut catatan sejarah, balai kota kedua ini hanya bertingkat satu dan pembangunan tingkat kedua dilakukan kemudian. Tahun 1648 kondisi balai kota sangat buruk. Tanah di kota Batavia yang sangat labil dan beratnya bangunan ini menyebabkan perlahan-lahan turun dari permukaan tanah.
Museum Fatahillah tempo doeloe

Akhirnya pada tahun 1707, atas perintah Gubernur-Jenderal Joan van Hoorn, bangunan ini dibongkar dan dibangun ulang dengan menggunakan pondasi yang sama. Peresmian Balai kota ketiga dilakukan oleh Gubernur-Jenderal Abraham van Riebeeck pada tanggal 10 Juli 1710, dua tahun sebelum bangunan ini selesai secara keseluruhan. Selama dua abad, balai kota Batavia ini digunakan sebagai kantor administrasi kota Batavia. Selain itu juga digunakan sebagai tempat College van Schepenen (Dewan Kotapraja) dan Raad van Justitie (Dewan Pengadilan). Awalnya sidang Dewan Pengadilan dilakukan di dalam Kastil Batavia. Namun dipindahkan ke sayap timur balai kota dan kemudian dipindahkan ke gedung pengadilan yang baru pada tahun 1870.

Balai kota Batavia juga mempunyai ruang tahanan yang pada masa VOC dijadikan penjara utama di kota Batavia. Sebuah bangunan bertingkat satu pernah berdiri di belakang balai kota sebagai penjara. Penjara tersebut dikhususkan kepada para tahanan yang mampu membiayai kamar tahanan mereka sendiri. Namun berbeda dengan penjara yang berada di bawah gedung utama. Hampir tidak ada ventilasi dan minimnya cahaya penerangan hingga akhirnya banyak tahanan yang meninggal sebelum diadili di Dewan Pengadilan. Sebagian besar dari mereka meninggal karena menderita kolera, tifus dan kekurangan oksigen. Penjara di balai kota pun ditutup pada tahun 1846 dan dipindahkan ke sebelah timur Molenvliet Oost. Beberapa tahanan yang pernah menempati penjara balai kota adalah bekas Gubernur Jenderal Belanda di Sri Lanka Petrus Vuyst, Untung Suropati dan Pangeran Diponegoro.


Di akhir abad ke-19, kota Batavia mulai meluas ke wilayah selatan. Sehingga kedudukan kota Batavia ditingkatkan menjadi Gemeente Batavia. Akibat perluasan kota Batavia, aktivitas balai kota Batavia dipindahkan pada tahun 1913 ke Tanah Abang West (sekarang jalan Abdul Muis No. 35, Jakarta Pusat) dan dipindahkan lagi ke Koningsplein Zuid pada tahun 1919 (sekarang Jl. Medan Merdeka Selatan No. 8-9, Jakarta Pusat) sampai saat ini. Bekas bangunan balai kota kemudian dijadikan Kantor Pemerintah Jawa Barat sampai tahun 1942. Selama masa pendudukan Jepang, bangunan ini dipakai untuk kantor pengumpulan logistik Dai Nippon. Setelah Indonesia merdeka, bangunan ini kembali digunakan sebagai Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat disamping ditempati markas Komando Militer Kota I sampai tahun 1961. Setelah itu digunakan sebagai Kantor Pemerintah Provinsi DCI Djakarta. Di tahun 1970, bangunan bekas balai kota Batavia ini ditetapkan sebagai bangunan Cagar Budaya. Setelah itu Gubernur DKI Jakarta pada masa itu Ali Sadikin merenovasi seluruh bangunan ini dan diresmikan pada tanggal 30 Maret 1974 sebagai Museum Sejarah Jakarta.




Seperti umumnya di Eropa, balai kota dilengkapi dengan lapangan yang dinamakan Stadhuisplein. Menurut sebuah lukisan yang dibuat oleh Johannes Rach, di tengah lapangan tersebut terdapat sebuah air mancur yang merupakan satu-satunya sumber air bagi masyarakat setempat. Air itu berasal dari Pancoran Glodok yang dihubungkan dengan pipa menuju Stadhuiplein. Tetapi air mancur tersebut hilang pada abad ke-19. Pada tahun 1972, diadakan penggalian terhadap lapangan tersebut dan ditemukan pondasi air mancur lengkap dengan pipa-pipanya. Maka dengan bukti sejarah itu dapat dibangun kembali sesuai gambar Johannes Rach, lalu terciptalah air mancur di tengah Taman Fatahillah. Pada tahun 1973 Pemda DKI Jakarta memfungsikan kembali taman tersebut dengan memberi nama baru yaitu 'Taman Fatahillah' untuk mengenang Panglima Fatahillah pendiri kota Jayakarta.

Gedung yang dipergunakan sebagai Balaikota ini, juga memiliki fungsi sebagai Pengadilan, Kantor Catatan Sipil, tempat warga beribadah di hari Minggu, dan Dewan Kotapraja (College van Scheppen). Kemudian sekitar tahun 1925-1942,  gedung tersebut  juga digunakan untuk mengatur sistem Pemerintahan pada Provinsi Jawa Barat. Kemudian  tahun 1942-1945, difungsikan sebagai  kantor tempat pengumpulan logistik Dai Nippon.
Kemudian sekitar tahun 1919 untuk memperingati berdirinya batavia ke 300 tahun, warga kota Batavia khususnya para orang Belanda mulai tertarik untuk membuat sejarah tentang kota Batavia. Lalu pada tahun 1930, didirikanlah yayasan yang bernama Oud Batavia (Batavia Lama) yang bertujuan untuk mengumpulkan segala hal tentang sejarah kota Batavia.

Tahun 1936, Museum Oud Batavia diresmikan oleh Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer (1936-1942), dan dibuka untuk umum pada tahun 1939.. Setelah itu pada tahun 1968 gedung ini diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta dan kemudian dijadikan sebagai Museum pada tahun 1974.

Museum Fatahillah
Pada sejarah museum fatahillah berdasarkan pembentukannya hingga bisa kita kunjungi sampai sekarang ini, menyimpan sisa penjajahan di dalamnya. Terbentuk menjadi dua lantai dengan ruang bawah tanah ini, berisikan banyak peninggalan bersejarah yaitu :
Lantai bawah : Berisikan peninggalan VOC seperti patung, keramik-keramik barang kerajinan seperti prasasti, gerabah, dan penemuan batuan yang ditemukan para arkeolog. Terdapat pula peninggalan kerajinan asli Betawi (Batavia) seperti dapur khas Betawi tempo dulu
Lantai dua : Terdapat perabotan peninggalan para bangsa Belanda mulai dari tempat tidur dan lukisan-lukisan, lengkap dengan jendela besar yang menghadap alun-alun. Konon, jendela besar inilah yang digunakan untuk melihat hukuman mati para tahanan yang dilakukan di tengah alun-alun.
Ruang bawah tanah : Yang tidak kalah penting pada bangunan ini adalah, penjara bawah tanah para tahanan yang melawan pemerintahan Belanda. Terdiri dari 5 ruangan sempit dan pengap dengan bandul besi, sebagai belenggu kaki para tahanan.

Tempat Wisata 
Wisata museum bersejarah, merupakan salah satu pilihan rekreasi, selain syarat akan makna pembelajaran tapi juga memberikan pemikiran bagi kita generasi penerus bangsa agar menghargai perjuangan para pahlawan.




-----------------------------------------------------------------------
Sumber:  
http://satupedang.blogspot.com
https://id.wikipedia.org/
Sejarah Museum Fatahillah Kota Tua Jakarta

thanks for your comments

Top