728x90 AdSpace

Latest

Selasa, 19 Desember 2017

PENILAIAN EKONOMI KERUSAKAN HUTAN DAN LAHAN AKIBAT KEBAKARAN


Pendahuluan

     Kebakaran hutan dan lahan yang sering terjadi di Indonesia sebagian besar  diakibatkan oleh aktivitas manusia dalam rangka pembukaan lahan, baik untuk usaha pertanian, kehutanan maupun perkebunan dan di tunjang oleh adanya fenomena alam El Nino Southern Oscillation (ENSO). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kehadiran titik api di lapangan hampir selalu berkaitan dengan kegiatan pembukaan hutan dan lahan (Saharjo,2003). Pengamatan pada citra satelit menunjukkan bahwa titik panas (hotspot) secara dominan di jumpai pada areal-areal perkebunan dan hutan tanaman industri serta belakangan ini pada lahan milik masyarakat.
       Penyebab utama kebakaran hutan dan lahan lebih banyak di sebabkan oleh kegiatan pembukaan lahan secara besar-besaran yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan dan kehutanan secara ilegal. Kebakaran hutan tersebut juga diakibatkan oleh adanya faktor penunjang lain, yaitu perilaku masyarakat yang berubah dan akibat kebijaksanaan pemerintah. Selama masalah konversi lahan tidak terselesaikan dengan baik, maka selama itu pula pembakaran hutan dan lahan akan tetap berlangsung, akibatnya asap akan tetap timbul sebagai hasilnya.
     Salah satu hal yang sangat mengkhawatirkan akhir-akhir ini adalah bahwa dampak negatif kebakaran hutan sudah sangat merugikan baik secara lokal, regional maupun internasional. Secara lokal, bentuk kerugian yang terlihat adalah rusaknya sumberdaya hutan dan lahan, serta terganggunya kesehatan masyarakat karena pengaruh asap dan debu, sehingga kehilangan jiwa. Pada tingkat regional dan nasional, gangguan asap ini secara nyata selain mengganggu kesehatan dan kelancaran transportasi, juga berdampak pada perekonomian. Kerugian ini meliputi beberapa sektor, diantaranya : sektor pertanian, sektor kehutanan, sektor kesehatan, sektor transportasi. Akibat kerugian dan dampak negatif yang ditimbulkannya berupa gangguan asap, rusak serta terganggunya biodiversity telah

sampai  kebeberapa negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Brunei Darusalam, Thailand, Filipina, dan Papua Nugini, seperti yang terjadi pada beberapa waktu terakhir ini, maka kini masalah tersebut telah mendapat perhatian yang serius dari dunia internasional, bahkan sampai ada ancaman boikot bagi produk perusahan perkebunan (sawit) dan kehutanan (pulp dan kertas) yang dituding sebagai penyebab kebakaran hutan dan lahan maupun asapnya.
Konsep Sistem Nilai         
            Nilai adalah merupakan persepsi manusia, tentang makna sesuatu objek (sumberdaya hutan) tertentu, tempat dan waktu tertentu pula. Persepsi ini sendiri merupakan ungkapan, pandangan, perspektif seseorang (individu) tentang atau terhadap sesuatu benda, dengan proses pemahaman melalui panca indera yang diteruskan keotak untuk proses pemikiran, dan disini berpadu dengan harapan ataupun norma-norma kehidupan yang melekat pada individu atau masyarakat tersebut (Turner et al, 1994)).
            Oleh karena itu nilai sumber daya hutan yang dinyatakan oleh suatu masyarakat di tempat tertentu akan beragam, tergantung kepada persepsi setiap anggota masyarakat tersebut, demikian juga keragaman nilai akan terjadi antar masyarakat yang berbeda (Suparmoko dan Ratnaningsih, 2000). Keragaman nilai ini mencakup besar nilai maupun macam nilai yang ada.  Nilai yang dimiliki oleh sumberdaya hutan tidak saja nilai ekonomi, tetapi juga nilai ekologis dan nilai sosial.
            Perlu dikemukakan di sini bahwa pengertian nilai ekonomi adalah nilai barang dan jasa yang dapat diperjualbelikan, sehingga memberikan pendapatan. Dari konsep ekonomi bahwa kegunaan, kepuasan atau kesenangan yang diperoleh individu atau masyarakat tidak terbatas kepada barang dan jasa yang diperoleh melalui jual beli (transaksi) saja, tetapi semua barang dan jasa yang memberikan manfaat akan memberikan kesejahteraan bagi individu atau masyarakat tersebut (Pearce and Jeremy, 1993). Bahwa barang dan jasa yang dapat diperjualbelikan menyangkut sifat barang dan jasa tersebut, yaitu memiliki kegunaan,  bersifat langka dan kepemilikan yang jelas

Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan
            Kerugian akibat kebakaran maupun pembakaran hutan dan lahan sangat besar sekali baik terhadap kehidupan manusia maupun terhadap kehidupan mahluk hidup lainnya. Yang paling merugikan adalah timbulnya korban akibat keganasan api baik langsung maupun tidak langsung, serta hilangnya plasma nutfah dan lenyapnya spesies tanaman dan binatang yang tidak mungkin kembali lagi. Untuk itu akibat kebakaran hutan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu kerugian ekologis, ekonomis dan sosial (Saharjo, 2003).
a.    Dampak Ekologis
Hutan hujan tropis memiliki kekhasan, seperti kaya kenekaragaman hayati, biasanya tanahnya tua, tidak subur karena top soil  (tanah bagian paling atas subur) tipis sekali, stratifikadi vegetasi terdiri dari beberapa lapisan mulai dari pohon besar, semak epifit dan sulur-suluran.
Hutan hujan tropis yang utuh mempunyai fungsi antara lain menjaga kesuburan tanah, mengatur tata air dan menjadi tempat tinggal fauna. Jika hutan terbakar maka beberapa fungsi hutan akan hilang sebagian atau hilang sama sekali sejalan dengan hilangnya pepohonan di dalam hutan.
Kebakaran hutan mengganggu lima proses ekologi hutan yaitu suksesi alami, produksi bahan organik dan proses dekomposisi, siklus unsur hara, siklus hidrologi dan pembentukan tanah. Kebakaran hutan juga menimbulkan kerusakan fungsi hutan sebagai pengatur iklim dan perosot karbon. Selain itu, kebakaran hutan lebih jauh lagi akan merusak daerah aliran sungai (DAS).

b.    Dampak Kerugian Ekonomis
Secara langsung maupun tidak, kebakaran hutan dan lahan pada tahun 1997 mempengaruhi sektor ekonomi nasional. Dampak langsung berupa kerugian ekonomi seperti hilangnya hasil hutan (kayu dan non kayu), kerugian yang ditanggung oleh sektor perkebunan, hilangnya keanekaragaman hayati dan lain-lain. Sedangkan dampak tidak langsung adalah dampak yang diakibatkan oleh asap, seperti dampak pada kesehatan, kehilangan hari kerja, kehilangan fungsi ekologi, kerugian yang ditanggung oleh sektor pariwisata dan perhubungan.
Dampak ekonomi yang bisa dihitung adalah kerugian langsung yang diderita oleh sektor perkebunan, kehutanan, kesehatan, transportasi, pariwisata dan biaya langsung yang di keluarkan untuk penanggulangan dan pemadaman. Karena kerugian ekologi tidak seluruhnya bisa di hitung menjadi nilai rupiah maka kerugian ekologi yang dimungkinkan untuk dihitung saja yang masuk. 

c.    Dampak Sosial   
Tidak banyak proyek analisis kebakaran hutan yang di lakukan di Indonesia menyinggung maupun mengungkapkan dampak kebakaran pada masyarkat lokal dan mata pencaharian mereka. Berbagai studi lebih difokuskan pada kerugian tingkat makro seperti kerugian sektor transportasi, pariwisata dan industri kehutanan. Semua sektor itu dinilai lebih banyak pengaruhnya pada politik dan ekonomi di bandingkan petani miskin.
Tujuan tinjauan dampak sosial ialah menganalisis dampak kebakaran hutan dan lahan pada kesejahteraan di pedesaan. Mata pencaharian masyarakat lokal dan ketentraman diangap sebagai kesatuan dan konsep mengenai kesejahteraan. Kemampuan masyarakat memberi makan diri sendiri, melakukan pertanian subsistem atau  pembelian pangan dari uang hasil perkebunan tanaman keras adalah kunci bagi masyarakat untuk bertahan hidup. 
Faktor Penentu Nilai Ekonomi Kerusakan Hutan dan Lahan Akibat Kebakaran
Faktor-faktor yang menentukan dalam perhitungan beban biaya pemulihan kerusakan hutan dan lahan akibat kebakaran hutan dan lahan menurut Saharjo (2003) adalah sebagai berikut :
1.    Tingkat atau besar perubahan kondisi biologi fisik dan kimia pada unsur-unsur lingkungan yang terjadi, hal ini meliputi :
a.    Kualitas tanah
b.    Kualitas udara (gas dan partikel)
c.    Kualitas air
d.     Kualitas habitat (flora dan fauna)
2.   Tingkat atau besar perubahan sumberdaya dan fungsi lingkungan hidup.
Perubahan sumberdaya dan fungsi lingkungan karena adanya perubahan kondisi biofisik dan kimia mengakibatkan terjadinya hal-hal sebagai berikut :
a.  Penurunan produktivitas lahan
b. Penurunan fungsi hidrologis : daya serap/tampung air berakibat banjir, penurunan fungsi pengendalian erosi (terjadi sedimentasi).
c.   Penurunan kualitas udara dan gangguan asap
d.  Penurunan populasi satwa liar di daratan
e.  Penurunan kualitas air dan populasi ikan.
3.      Macam dampak ekonomi
Dengan adanya perubahan kondisi biofisik yang berdampak pada terjadinya perubahan sumberdaya hutan dan fungsi ekologis maka akan mengakibatkan timbulnya dampak ekonomi secara langsung atau tidak langsung yang dirasakan atau ditanggung oleh masyarakat sehingga mempengaruhi perikehidupan atau kesejahteraan masyarakat  sebagai berikut :
a.   Terjadinya kerugian akibat menurunnya produksi
b.   Terjadinya kerugian (opportunity cost) akibat penurunan umur pakai lahan
c. Terjadinya kerugian kerusakan aset ekonomi / pembangunan / pertanian akibat genangan/banjir.
d. Terjadinya kerugian akibat gangguan kesehatan dan penurunan layanan transportasi khususnya transportasi udara
e.   Terjadinya kerugian karena berkurang atau hilangnya hasil buruan satwa berharga/konsumsi masyarakat
f.    Terjadinya kerugian akibat menurunnya produksi perikanan.

Faktor Penentu Biaya Pemulihan Kerusakan Hutan dan Lahan Akibat Kebakaran
Ketersediaan data yang memadai merupakan suatu prasyarat utama dalam perhitungan eksternalitas dan biaya pemulihan kerusakan hutan dan lahan akibat kebakaran. Oleh karena itu dalam upaya mendapatkan besarnya biaya yang diperlukan dalam upaya pemulihan tersebut maka beberapa informasi penting yang disebut diatas harus tersedia (dalam hal ini menjadi kendala karena keterbatasan data/informasi tersebut), secara umum yaitu :
a.  Potensi biomassa (bahan bakar) yang terdapat sebelum dan sesudah terjadinya kebakaran atau jumlah bahan bakar yang terbakar persatuan luas dan waktu (intensitas atau tingkat pembakaran).
b.   Kondisi lahan (lahan basah atau kering, topografi)
c.   Kualitas lahan (didukung oleh data hasil analisis laboratorium terhadap sifat kimia, fisika dan biologi tanah)
d.  Tingkat kerusakan unsur lingkungan akibat pembakaran (seperti gambut akibat pemanasan yang timbul dari pembakaran)
e.  Tingkat perubahan / kerusakan sumberdaya dan lingkungan hidup serta tingkat gangguan yang dirasakan oleh masyarakat secara langsung atau tidak langsung
f.   Jenis peruntukan lahan (kebun, hutan tanaman, hutan alam, dll)
g.  Luas areal terbakar (didukung oleh data satelit).
Faktor yang mempengaruhi biaya pemulihan kerusakan lingkungan hidup di pengaruhi oleh dua hal yaitu :
a.   Jenis manfaat jasa lingkungan hidup yang dipulihkan, hal ini terkait dengan unsur lingkungan hidup yang mengalami perubahan (dampak) akibat kebakaran lahan dan hutan
b.   Sifat kerusakan (reversible atau irreversible)
c.   Besar atau tingkat kerusakan sumberdaya dan lingkungan hidup
d.   Teknologi dan jangka waktu proses pemulihan kondisi lingkungan hidup.

Nilai Ekonomi Kerusakan Hutan dan Lahan serta Biaya Pemulihan Akibat Kebakaran
Berdasarkan hasil pengkajian atau penilaian, dapat diidentifikasi dampak umum kebakaran atau pembakaran lahan dan hutan. Pada setiap dampak tersebut ditentukan metode penilaian kerugian sumberdaya dan lingkungan hidup (eksternalitas negatif), yang dalam hal ini tidak semua dampak tersebut dapat dinilai karena keterbatasan data, tetapi secara umum dapat disampaikan formula penghitungannya (Darusman, 2002).
Sebagaimana diketahui bahwa tidak semua unsur lingkungan yang rusak akibat kebakaran dapat dipulihkan kembali seperti sedia kala (cenderung irreversible) serta tidak semua yang rusak tersebut dapat dipulihkan kembali karena keterbatasan teknologi ataupun karena ketidaksesuaian dengan bentuk penggunaan lahan.
Terhadap kerusakan yang dapat dipulihkan dan tersedia teknologi yang dapat digunakan (applied technology) maka akan dihitung biaya pemulihan tersebut dan terhadap kerusakan yang tidak dapat dipulihkan (irreversible) ataupun terhadap kerusakan yang sifatnya dapat pulih tetapi tidak ada teknologi yang efektif (tidak dapat memulihkan kepada kondisi yang relatif sama dengan kondisi semula) dan tidak logis, dilaksanakan (tidak implementatif), maka tidak akan ada biaya pemulihan lingkungan tersebut. Namun demikian terhadap teknologi yang tidak efektif dan tidak operasional (peudo technology, karena tidak akan diimplementasikan hanya sebagai pendekatan penghitungan biaya), akan dihitung sebagai nilai kerusakan lingkungan dengan metode biaya penggantian, rehabilitasi atau subsitusi dan dapat diletakkan sebagai biaya pemulihan (Bahruni,1999).
Sasaran / obyek kegiatan pemulihan ditunjukan terhadap dua hal, dan hal ini terkait dengan tujuan kegiatan pemulihan pada masing-masing sasaran tersebut yaitu :
a.  Sasaran pemulihan terhadap bentuk dampak lingkungan yang terjadi dengan tujuan agar terjadi percepatan pemulihan / menghilangkan bentuk dampak (eksternalitas) yang terjadi.
b.  Sasaran pemulihan terhadap sumber dampak dalam hal ini lahan dan hutan (vegetasi) dengan tujuan agar percepatan pemulihan kondisi lahan dan hutan/vegetasi yang secara relatif sama seperti semula baik dalam wujud fisik atau fungsi ekologis lahan dan atau hutan tersebut.

Formula Penghitungan Nilai Ekonomi Kerusakan Hutan dan Lahan Akibat Kebakaran
Formula suatu teknik atau metode penilaian eksternalitas pada dasarnya terdiri atas fungsi tingkat kerusakan lingkungan terhadap tingkat dampak ekonomi, yang menyatakan pertambahan besar dampak ekonomi untuk penambahan setiap unit kerusakan lingkungan (sumberdaya atau fungsi lingkungan) yang disebut sebagai kerugian marjinal (marginal damage). Namun karena keterbatasan data (informasi), maka penggunaan fungsi kerugian marjinal pada kajian ini terbatas. Penggunaan suatu formula tentu saja memerlukan input data yang spesifik pada setiap lokasi dan waktu.

Penutup
Permasalahan gangguan lingkungan dan kerusakan sumberdaya alam telah dan akan terus hadir bersamaan dengan kegiatan pembangunan. Pembangunan akan menambah kesejahteraan bagi manusia bila manfaat yang diperoleh melebihi nilai gangguan atau kerusakan tersebut. Gangguan atau kerusakan tidak mungkin dihilangkan, namun dapat dikurangi sampai minimal, yakni diantaranya dengan memasukkan (internalisasi) beban gangguan dan kerusakan itu kedalam kalkulasi ekonomi pembangunan itu, atau nilai gangguan dan kerusakan itu dibebankan kepada para pihak (stake holders) pembangunan.
Namun demikian pembebanan itu dalam prakteknya tidak sederhana, yakni kepada pihak mana dan berapa beban biaya akan dikenakan sangat ditentukan oleh aturan dasar mengenai tanggung jawab yang dipegang masyarakat yang bersangkutan. Aturan dasar tentang tanggung jawab menentukan siapa pihak yang bertanggung jawab terhadap gangguan atau kerusakan, apakah pihak pembuat (polluter) ataukah pihak yang terkena (pollutee) gangguan atau kerusakan. Perhitungan nilai ekonomi/beban biaya atas gangguan dan kerusakan sangat ditentukan oleh aturan dasar tersebut.

Daftar Pustaka 
Bahruni.  1999.  Penilaian Sumberdaya Hutan dan Lingkungan.  Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.  Bogor.
Darusman, D.  2002. Pembenahan Kehutanan Indonesia.  Dokumentasi Kronologis Tulisan 1986-2002.  Lab Politik Ekonomi dan Sosial Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pearce and Jeremy J.Warford. 1993. World Without End : Economics, Environtment and Sustainable Development.  Oxford University Press. New York.
Saharjo, B.H.  2003. Kebakaran Hutan dan Lahan.  Laboratorium Kebakaran Hutan dan Lahan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.  Bogor.
Suparmoko, M dan Maria Ratnaningsih.  2000. Ekonomika Lingkungan Edisi Pertama BPFE.  Yokyakarta.

Turner, R. Kerry, David Pierce and Ian Bateman. 1994.  Environmental Economics : And Elementary Introduction. Harvester Wheatsheaft, Singapore.
PENILAIAN EKONOMI KERUSAKAN HUTAN DAN LAHAN  AKIBAT KEBAKARAN

thanks for your comments

Top